Kenaikan PPN 12 Persen, Pelaku Industri Tekstil Sebut akan Bebani Konsumen
"Dalam hitungan kami, jika PPN dinaikkan, maka beban konsumen akhir akan semakin tinggi.
Senin, 25 November 2024 | 14:37 WIB - Ekonomi
Penulis:
. Editor: Kuaka
KUASAKATACOM, Jakarta – Yayasan Konsumen tekstil Indonesia (YKTI) menentang rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen, yang dinilai sepenuhnya akan membebani konsumen akhir.
Menurut Direktur Eksekutif YKTI, Ardiman Pribadi, dengan PPN yang saat ini 11 persen, beban pajak yang ditanggung konsumen akhir sudah mencapai 19,8 persen. Hal ini disebabkan oleh panjangnya rantai nilai pada Industri tekstil, di mana setiap pembayaran pajak oleh subsektor akan dibebankan pada harga barang. Jika PPN dinaikkan menjadi 12 persen, maka beban pajak yang ditanggung konsumen akhir akan meningkat menjadi 21,6 persen dari harga barang.
BERITA TERKAIT:
Presiden RI: Kenaikan PPN 12 Persen Merupakan Amanah
Aksi Tolak PPN 12 Persen di Patung Kuda Sempat Ricuh, Polisi: Tidak Ada Mahasiswa yang Ditahan
Ratusan Mahasiswa dari Jabodetabek Gelar Unjuk Rasa Tolak PPN 12 Persen di Jakpus
Sebanyak 611 Personel Amankan Demo Kenaikan PPN 12% di Kawasan Patung Kuda
BI: Kenaikan PPN 12% Tidak Berdampak Signifikan pada Inflasi dan PDB
"Dalam hitungan kami, jika PPN dinaikkan, maka beban konsumen akhir akan semakin tinggi. Di tengah daya beli masyarakat yang menurun, kami khawatir kenaikan ini akan berdampak pada penurunan konsumsi tekstil, yang justru bertentangan dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan pemasukan. Penurunan konsumsi tekstil akan menyebabkan turunnya penjualan di Industri tekstil," ujar Ardiman pada Senin (25/11/2024).
YKTI pun menyarankan agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) lebih fokus dalam memberantas impor ilegal sebagai solusi untuk meningkatkan penerimaan negara. Ardiman menjelaskan, berdasarkan data selisih perdagangan tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam lima tahun terakhir, negara diperkirakan kehilangan sekitar Rp46 triliun akibat gap perdagangan yang mencapai USD 7,2 miliar, atau sekitar Rp106 triliun nilai barang yang tidak membayar Bea Masuk, PPN, dan PPh.
"Jika impor ilegal diberantas, penerimaan negara dari sektor TPT bisa meningkat sekitar Rp9 triliun per tahun, tanpa perlu menaikkan PPN," jelasnya.
Selain itu, pemberantasan impor ilegal dipandang akan merangsang kembali Industri tekstil di dalam negeri. Dengan meningkatnya produksi, pabrik-pabrik tekstil akan memperbesar kapasitas produksi, kembali beroperasi secara maksimal, dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan.
"Semakin banyak orang yang bekerja dan berpenghasilan, otomatis daya beli dan konsumsi mereka akan meningkat. Pada titik ini, pemerintah akan mendapatkan imbas positif dari peningkatan PPN," pungkas Ardiman.
***Email: [email protected]
KOMENTAR
BACA JUGA
TERKINI
Kebakaran Los Angeles, Inikah Neraka yang Dijanjikan Trump?
14 Januari 2025
HUT ke-7, Seluruh Staf Aston Inn Pandanaran Rayakan Natal di Panti Asuhan Lima Roti Dua Ikan
14 Januari 2025
Unika Soegijapranata Semarang Bertambah Dua Guru Besar
14 Januari 2025
Bumdes Pedeslohor Sampaikan Laporan Pertanggungjawaban secara Transparan
14 Januari 2025
Bentuk Pribadi Religius dan Berkarakter, Rutan Salatiga Gelar Pembinaan Kerohanian
14 Januari 2025
Ikut Panen Raya Jagung, Pj Gubernur Jateng Minta Dijadikan Motivasi Swasembada Pangan
14 Januari 2025
Kemensos Sasar 12 PAS untuk Tingkatkan Kesejahteraan Sosial
14 Januari 2025
Lapas Brebes Hadiri Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama
14 Januari 2025
DPRD Purbalingga Umumkan Fahmi-Dimas Sebagai Bupati dan Wabup Terpilih
14 Januari 2025
Pelanggar Larangan Merokok di Kawasan Malioboro akan Disanski Maksimal Rp7,5 Juta
14 Januari 2025