UGM akan Selenggarakan Konferensi IASFM Bahas Masalah Migrasi Paksa

Penyelenggara konferensi IASFM 2025 berharap dapat menerapkan hasil diskusi untuk solusi praktis dalam manajemen pengungsi di Indonesia.

Sabtu, 04 Januari 2025 | 15:10 WIB - Didaktika
Penulis: Wisanggeni . Editor: Wis

KUASAKATACOM, Sleman- Masalah migrasi paksa akibat konflik perang, etnis, agama, dan bencana telah menjadi isu global yang krusial. Menurut data dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), pada akhir tahun 2022 terdapat 108,4 juta orang yang terpaksa berpindah tempat. 

Sebanyak 76% dari mereka tinggal di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah. Mayoritas pengungsi ini memilih perkotaan sebagai tempat tujuan, berharap menemukan peluang ekonomi dan sosial yang lebih baik. Hal ini menjadikan kota sebagai garda terdepan dalam menangani masalah migrasi paksa, sehingga pengelolaan tata kota dan kebijakan terkait menjadi sangat penting untuk menciptakan respons yang berkelanjutan dan efektif.

BERITA TERKAIT:
Malaysia Imbau Warganya Segera Tinggalkan Sudan Selatan akibat Situasi Keamanan Memburuk
Militer Sudan Kuasai Khartoum, RSF Mundur namun Perang Belum Usai
Harga Minyak Mentah dan CPO Merosot, Batu Bara dan Nikel Menguat
Surat Cinta Tentara Perang yang Paling Romantis
UGM akan Selenggarakan Konferensi IASFM Bahas Masalah Migrasi Paksa

Untuk menanggapi masalah migrasi paksa ini, Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM) bekerja sama dengan Resilience Development Initiative Urban Refugees (RDI UREF) Research Group akan menyelenggarakan konferensi International Association for the Study of Forced Migration (IASFM) yang akan dilaksanakan pada 20-23 Januari 2025 di Kampus UGM.

Konferensi ini bertajuk “Forced Displacement in an Urbanizing World” dan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan aktivisme mengenai isu perpindahan penduduk, khususnya di kawasan Asia-Pasifik. Dekan FIB UGM, Prof. Dr. Setiadi, M.Si, mengungkapkan bahwa konferensi ini juga akan menjadi ajang diskusi antara ahli internasional dan lokal, peneliti pemula, mahasiswa, serta para peminat isu migrasi paksa dan manajemen kota. Setiadi berharap konferensi ini bisa menciptakan kolaborasi yang lebih besar di masa depan.

Prof. Setiadi menjelaskan bahwa konferensi ini juga akan berkontribusi dalam penyusunan ringkasan kebijakan mengenai perpindahan paksa, yang dapat dijadikan acuan untuk arahan kebijakan pemerintah di masa mendatang. Hal ini penting mengingat kawasan Asia-Pasifik telah mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah migrasi paksa, dengan sekitar 14,7 juta orang yang menjadi perhatian UNHCR pada 2023. Sebagian besar dari mereka adalah pengungsi dan pencari suaka, namun banyak negara berkembang di kawasan ini menghadapi keterbatasan sumber daya untuk merespons kebutuhan para pengungsi.

Di Indonesia, risiko pengungsian internal semakin meningkat, terutama akibat bencana alam, urbanisasi yang cepat, pertumbuhan penduduk, dan konflik internal. Menurut Internal Displacement Monitoring Center (IDMC), pada akhir tahun 2021, Indonesia mencatatkan sekitar 749.000 pengungsi internal. Selain itu, Indonesia juga menjadi tuan rumah bagi lebih dari 12.000 pengungsi dan pencari suaka yang terdaftar di UNHCR di beberapa kota besar.

Konferensi IASFM 2025 akan menawarkan berbagai program yang beragam, termasuk lokakarya untuk mahasiswa dan peneliti pemula dengan tema “Creative Research Methods and Ethics of Conducting Research on Forced Displacement” serta “Design Thinking and Forced Displacement as a Wicked Problem”. 

Para peserta konferensi juga dapat menikmati sesi pleno, ignite stage, special stage, serta instalasi seni dan pameran stan.

Puncak acara konferensi ini adalah sesi pleno yang akan membahas tiga topik utama: “Refleksi tentang Agenda Global untuk Migrasi Internasional”, “(Re)Konsepsi Penggusuran Perkotaan dan Hak atas Kota”, dan “Pendekatan Kontemporer terhadap Penggusuran Perkotaan”. 

Topik-topik ini diangkat untuk mendiskusikan perkembangan isu migrasi dan perpindahan penduduk ke perkotaan. Sesi utama konferensi juga akan fokus pada pendekatan regional dan perpindahan perkotaan di Asia-Pasifik, dengan format meja bundar yang mencakup berbagai topik, seperti Proses Bali, ASEAN, SAARC, serta pengungsi Rohingya dan gerakan yang dipimpin oleh pengungsi.

Penyelenggara konferensi IASFM 2025 berharap dapat menerapkan hasil diskusi untuk solusi praktis dalam manajemen pengungsi di Indonesia. Diharapkan konferensi ini akan memberikan kontribusi signifikan terhadap perubahan kebijakan berbasis bukti di Indonesia dan kawasan Asia-Pasifik yang lebih luas.
 

***

tags: #perang #pengungsi #universitas gadjah mada #seminar

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI