Rencana Pemulangan Reynhard Sinaga Tuai Pro dan Kontra, Menko Kumham Imipas Beri Penjelasan

Rencana pemerintah Indonesia untuk memulangkan Reynhard Sinaga, terpidana kasus kekerasan seksual terparah di Inggris, memicu kontroversi di kalangan masyarakat. Menteri Koordinator Hukum dan HAM (Menko Kumham) Imipas Yusril Ihza Mahendra mengakui bahwa l

Jumat, 14 Februari 2025 | 19:50 WIB - Ragam
Penulis: Wisanggeni . Editor: Wis

KUASAKATACOM, Jakarta- Rencana pemerintah Indonesia untuk memulangkan Reynhard Sinaga, terpidana kasus kekerasan seksual terparah di Inggris, memicu kontroversi di kalangan masyarakat. Menteri Koordinator hukum dan HAM (Menko Kumham) Imipas Yusril Ihza Mahendra mengakui bahwa langkah ini mendapat banyak kritik, terutama karena Indonesia belum memiliki regulasi khusus terkait transfer narapidana atau pertukaran tahanan.

"Saat ini memang undang-undang (UU) Transfer of Prisoner belum ada, sehingga wajar jika kritik berdatangan," ujar Yusril dalam podcast DipTalk yang tayang di YouTube kumparan.

BERITA TERKAIT:
Rencana Pemulangan Reynhard Sinaga Tuai Pro dan Kontra, Menko Kumham Imipas Beri Penjelasan
Yusril Usul Pembentukan Badan Legislasi Nasional, Presiden Prabowo Akan Tindak Lanjuti
Pemerintah Bahas Pelantikan Awal bagi Kepala Daerah Tanpa Sengketa Pilkada
Kemenko Hukum HAM Gelar Apel Perdana Awali 2025
Soal Mary Jane Bebas, Yusril: Hanya Dipindahkan

Meski demikian, Yusril menjelaskan bahwa asas legalitas tidak selalu harus menjadi satu-satunya dasar dalam kebijakan hukum. Menurutnya, hukum di Indonesia yang dipengaruhi sistem hukum kontinental Eropa seringkali mengedepankan asas legalitas. Namun, kini ada pergeseran ke arah sistem hukum Anglo-Saxon yang lebih fleksibel.

"Kalau kita terus berpegang pada asas legalitas seperti di sistem hukum kontinental Belanda, pemerintah tidak bisa bertindak tanpa dasar hukum yang jelas. Namun, dalam praktik hubungan Internasional, hukum Anglo-Saxon lebih praktis dan adaptif," jelas Yusril.

Ia menambahkan, tidak adanya undang-undang bukan berarti pemerintah tidak bisa bertindak. Presiden, kata Yusril, dapat menggunakan diskresi selama keputusan itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.

"Kita harus melihat ini sebagai ruang diskresi. Sepanjang tidak melanggar asas hukum, presiden bisa mengambil keputusan," tegasnya.

Meski aturan hukum tertulis tentang transfer tahanan belum ada, Yusril menekankan bahwa langkah ini tetap sesuai konstitusi. Menurutnya, konstitusi hanya mengatur prinsip keadilan, sedangkan hal teknis seperti pemindahan narapidana tidak secara eksplisit disebutkan.

"Presiden memiliki hak memberikan grasi, amnesti, dan abolisi. Tapi soal transfer narapidana memang belum diatur secara spesifik dalam konstitusi. Oleh karena itu, langkah ini bisa dirundingkan dengan negara-negara terkait, seperti Filipina, Australia, dan Prancis," pungkas Yusril.

***

tags: #yusril ihza mahendra #hukum #internasional

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI