Warak Ngendog Menghilang, Pemkot Semarang Tak Serius Gelar Acara Dugder Jelang Ramadan

Ditemui di arena Dugder, Hari Bustaman, seorang tokoh budaya Semarang melihat Dugder dengan skeptis.

Rabu, 19 Februari 2025 | 23:10 WIB - Ragam
Penulis: Anggria Vashaffa . Editor: Kuaka

KUASAKATACOM, Semarang- Pasar Dugder yaitu sebuah acara keramaian pasar malam yang selalu digelar dua pekan menjelang tibanya bulan Ramadan, kembali berlangung sejak 17- 26 Februari 2025.

Acara pasar malam ini sudah ada lebih dari seabad lalu di tempat yang sama yaitu di komplek Masjid Agung Semarang (MAS) yang berdekatan dengan pasar legendaris Pasar Johar.

BERITA TERKAIT:
Warak Ngendog Menghilang, Pemkot Semarang Tak Serius Gelar Acara Dugder Jelang Ramadan
Jadi Ikon Kota Semarang, Ini Asal-usul Warak NgendogĀ 
Kemendikbudristek Tetapkan Wayang Orang dan Warak Ngendog Asal Semarang Sebagai WBTB

Namun, seperti yang dirasakan masyarakat, pasar Dugderan tidak lagi greget seperti dulu. "Lihat saja mainan anak-anak seperti warak ngendok yang jadi ikon Dugder tidak ada lagi," kata Chandra, salah seorang pengunjung.

Warak adalah boneka kayu berlapis rumbai kertas warna- warni. Boneka berwujud binatang berkepala naga.

Meski begitu mainan yang menunjukkan tradisi Dugder masih ada, seperti replika mainan kapal-kapalan yang dioperasikan di baskom berisi air. Atau mainan anak dari gerabah.

Selain mainan anak yang juga hilang dari Dudger adalah makanan lauk-laukan tempo doeloe seperti petis bumbon, pecel gendar, coro, ketan biru, roti ganjel rel atau gudeg koyor, hanya dijual oleh satu pedagang saja.

Selebihnya adalah kuliner kekinian jenis lauk gorengan crispy, bahkan kuliner impor dari Jepang dan Korea.

Mbak Deni (42), satu-satunya penjual makanan tempo doeloe berujar. "Hampir tiap tahun saya jual masakan khas Dugder. Karena ini usaha dari kekuarga leluhur," kata dia.

Menurut Chandra, kondisi pasar Dugderan di masa kini tergantug dari pemerintah. "Kalau melihat Dugder sekarang ini, jelas pemkot tidak serius memikirkan acara tradisi," kata Chandra yang juga fotografer itu.

Ditemui di arena Dugder, Hari Bustaman, seorang tokoh budaya Semarang melihat Dugder dengan skeptis. "Lihat saja, dari tahun ke tahun arena pasar ini semakin sempit dan tidak ada lagi tontonan khas Semarang seperi Gambang Semarang," ujar Hari Bustaman menyesalkan.

Apakah ini semua imbas dari efisiensi anggaran yang mengharuskan pemerintah memangkas anggaran di semua sektor? Sehingga Pasar Dugder berlangsung sekadar ada? 

Sampai berita ini diturunkan, pihak pemkot yakni pejabat Dinas Budaya dan Pariwisata Disbudpar) belum bisa dihubungi.

***

tags: #warak ngendog #dugder #masjid agung semarang

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI