BPS Selidiki Fenomena PHK di Tengah Kenaikan Ekspor Manufaktur

Perlu kita lihat dulu fenomena PHK ini. Kita sandingkan nanti dengan data Sakernas yang saat ini masih diolah,"

Senin, 17 Maret 2025 | 21:00 WIB - Ekonomi
Penulis: Wisanggeni . Editor: Wis

KUASAKATACOM, JAKARTA – Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus meluas di industri manufaktur menimbulkan tanda tanya besar. Pasalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor manufaktur justru sedang naik.

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pihaknya sedang mengumpulkan data untuk menelusuri sumber masalah ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menganalisis hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang baru mulai dikumpulkan sejak Februari 2025.

BERITA TERKAIT:
BPS Selidiki Fenomena PHK di Tengah Kenaikan Ekspor Manufaktur
Januari 2025, Jawa Tengah Raih Surplus Neraca Perdagangan 84,07 Juta Dolar AS
BPS Catat 79 Lokalisasi PSK di Jawa Barat pada 2024
BPS Menentukan Kelompok Penerima Hak Pembelian BBM Subsidi
BPS Catat Tiga Jurusan di SMK Ini Paling Banyak Sumbang Pengangguran

"Perlu kita lihat dulu fenomena PHK ini. Kita sandingkan nanti dengan data Sakernas yang saat ini masih diolah," kata Amalia dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Senin (17/3).

Amalia menegaskan pihaknya belum bisa memberikan kesimpulan terkait kasus PHK ini sebelum data dianalisis secara menyeluruh.

ekspor Naik, Tapi Buruh Dipecat

Berdasarkan laporan BPS, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar US$3,12 miliar pada Februari 2025. Sektor industri pengolahan menyumbang ekspor terbesar, mencapai US$17,65 miliar, atau naik 3,17 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) juga menunjukkan peningkatan. Pada Februari 2025, nilai ekspornya menembus US$1,02 miliar, naik 1,41 persen dari bulan sebelumnya. Bahkan, ekspor TPT ke Amerika Serikat naik 4,13 persen.

Namun, pertumbuhan ekspor ini tidak sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan di sektor manufaktur. Gelombang PHK justru semakin meluas, terutama di sektor TPT dan alas kaki.

Salah satu kasus terbesar adalah Sritex Group, yang resmi menghentikan operasionalnya per 1 Maret 2025. Dampaknya, sebanyak 11.025 buruh di empat anak usaha Sritex kehilangan pekerjaan.

Berikut daftar pabrik Sritex yang ditutup:

PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sukoharjo)

PT Primayudha Mandirijaya (Boyolali)

PT Sinar Pantja Djaja (Semarang)

PT Bitratex Industries (Semarang)

Gelombang PHK juga melanda sektor alas kaki, meski pemerintah mengklaim ekspor industri ini tumbuh hingga 17 persen pada awal 2025.

Pemerintah Tetap Optimis

Di tengah gelombang PHK, Menteri Keuangan Sri Mulyani tetap optimistis industri manufaktur nasional dalam kondisi yang kuat.

"Ini menggambarkan bahwa produksi manufaktur di Indonesia tetap mampu bertahan bahkan terus tumbuh," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Kamis (13/3).

Ia menambahkan bahwa pertumbuhan ekspor di sektor logam dasar, elektronik, dan alas kaki menunjukkan bahwa industri masih memiliki daya tahan (resilience) yang baik.

"Enggak cuma bertahan, mereka bahkan bisa tumbuh. Ini landasan optimisme yang harus terus dijaga," imbuhnya.

Apa yang Menjadi Penyebab PHK?

Meskipun ekspor manufaktur meningkat, sejumlah faktor diduga menjadi pemicu gelombang PHK, di antaranya:
? Efisiensi dan otomatisasi – Perusahaan mengganti tenaga kerja dengan teknologi untuk menekan biaya.
? Perubahan pola permintaan global – Meskipun ekspor meningkat, permintaan bisa berubah sewaktu-waktu.
? Masalah keuangan perusahaan – Beberapa perusahaan mengalami tekanan keuangan akibat utang atau strategi bisnis yang kurang tepat.
? Ketidakpastian regulasi – Kebijakan pemerintah terkait ketenagakerjaan dan investasi bisa berdampak pada industri.

BPS menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengkaji fenomena ini agar pemerintah bisa mengambil langkah yang tepat dalam menjaga stabilitas tenaga kerja di sektor manufaktur.

***

tags: #bps #phk #ekspor #manufaktur

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI