Sejarah Tradisi Pemberian THR di Indonesia

Pemberian THR juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan serta memperkuat hubungan antara pemberi kerja dan pekerja. Dengan keberlanjutan tradisi ini, diharapkan tercipta keharmonisan sosial dan ekonomi yang lebih baik di Indonesia.

Kamis, 27 Maret 2025 | 08:48 WIB - Ragam
Penulis: Rahardian Haikal Rakhman . Editor: Rahardian

KUASAKATACOM, Jakarta - Tunjangan Hari Raya (THR) adalah salah satu tradisi yang sudah sejak dahulu ada dalam budaya kerja di Indonesia. Setiap menjelang hari raya, seperti Idul Fitri bagi umat Muslim, para pekerja menerima tunjangan khusus sebagai bentuk apresiasi dan dukungan untuk merayakan hari besar tersebut. Tradisi THR terus berkembang setiap kebiasaan menjadi kewajiban hukum yang menjamin hak pekerja dan kesejahteraan mereka.

Pemerintah menerapkan aturan jelas dan pengawasan ketat untuk mencegah penyalahgunaan serta memastikan kepatuhan perusahaan.

BERITA TERKAIT:
Sejarah Tradisi Pemberian THR di Indonesia
Polisi Amankan Pria yang Ngaku Anggota Ormas Minta THR ke Tukang Cukur di Jaksel
Ahmad Luthfi Pastikan Perusahaan Bayar THR Karyawan
Pasar Tanah Abang Sepi Jelang Lebaran, Pedagang Harapkan THR Cair
Desa Wunut Klaten Bagikan THR Rp 457 Juta ke Warga dari Hasil Wisata


Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran pertama kali muncul pada tahun 1950. Waktu itu, Perdana Menteri ke-6 Indonesia, Soekiman Wirjosandjojo, mengagas aturan untuk meningkatkan kesejahteraan pamong praja, yang kini dikenal sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Awal mulanya, THR diberikan dalam bentuk uang persekot atau pinjaman awal. Tujuannya yaitu supaya pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka lebih cepat. Nantinya, uang persekot ini dikembalikan melalui pemotongan gaji bulanan. Namun, kebijakan ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan buruh.

Mereka merasa hanya PNS yang mendapat keuntungan dari THR. Akibatnya, pada 13 Februari 1952, para buruh melakukan aksi mogok dan menuntut hak yang sama. Usai perjuangan panjang, akhirnya pemerintah memutuskan untuk memberikan THR kepada buruh, seperti halnya PNS.


Pada tahun 1994, pemerintah secara resmi mengatur pemberian THR bagi pekerja swasta. Menteri Tenaga Kerja saat itu menerbitkan Peraturan Menteri No. 04/1994 tentang THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan. Aturan ini untuk memastikan, semua pekerja berhak atas tunjangan tersebut.

Regulasi ini selanjutnya diperbarui pada tahun 2003 dengan terbitnya UU No 13 tentang Ketenagakerjaan. Dalam aturan ini, pekerja yang telah bekerja lebih dari tiga bulan diwajibkan menerima THR. Selanjutnya, pada tahun 2016, pemerintah menetapkan bahwa THR harus diberikan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum hari raya.


Seiring berjalannya waktu, makna THR semakin luas. Sekarang, masyarakat menganggap segala bentuk pemberian sebelum Lebaran, baik kepada pekerja maupun non pekerja, sebagai THR. Hal ini mencerminkan perkembangan tradisi yang semakin inklusif di masyarakat.

Dengan mengetahui sejarah dan makna di balik tradisi pemberian THR, diharapkan semua pihak dapat menjaga dan melestarikan praktik ini. Tradisi ini tidak hanya menjadi bentuk apresiasi bagi pekerja, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat.

Selain itu, pemberian THR juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan serta memperkuat hubungan antara pemberi kerja dan pekerja. Dengan keberlanjutan tradisi ini, diharapkan tercipta keharmonisan sosial dan ekonomi yang lebih baik di Indonesia.

***

tags: #thr #sejarah #pemberian thr

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI