Aliansi Jurnalis Semarang Tuntut Penghapusan Kekerasan terhadap Jurnalis
kebebasan pers yang dinilai mulai terkikis
Jumat, 18 April 2025 | 10:45 WIB - Ragam
Penulis:
. Editor: Surya
KUASAKATACOM, Semarang - jurnalis dan aliansi masyarakat sipil menggelar Aksi Kamisan di Mapolda Jateng, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Kamis (17/4).. Massa menyinggung kekerasan terhadap jurnalis yang marak terjadi dewasa ini.
Massa aksi tiba di Mapolda Jateng sekitar pukul 16.50 WIB. Para aktivis yang hadir saat itu pun membawa poter bertuliskan 'save journalist', 'jurnalis bukan teroris', 'journalist is not a crime, brutality is'. Tema yang diangkat sore ini yakni 'Kalau Aparat Berani Nempeleng jurnalis, Artinya Demokrasi Sedang Terancam'.
BERITA TERKAIT:
Aliansi Jurnalis Semarang Tuntut Penghapusan Kekerasan terhadap Jurnalis
Oknum Polisi Pelaku Kekerasan Terhadap Wartawan Meminta Maaf
Seorang Oknum TNI AL Diduga Habisi Nyawa Jurnalis Wanita
Israel Bunuh 3 Jurnalis Al Jazeera
Sempat Arogan, Ajudan Pj Gubernur Jateng Akhirnya Minta Maaf ke Wartawan
Koordinator Lapangan Aksi, Raditya Mahendra Yasa menyinggung peristiwa kekerasan oleh ajudan Kepala Kepolisian Republik Infonesia (Kapolri) yang dialami salah satu pewarta foto dari Kantor Berita Antara Foto, Sabtu (5/4/2025) lalu.
"Kejadian kemarin terakhir itu adalah riak-riak kecil bagaimana represi aparat terhadap kawan kami Makna. Itu adalah potret bagaimana kekerasan yang selalu dilakukan oleh aparat entah itu polisi, entah itu TNI, aparat negara, Pemda dan sebagainya," kata Mahendra.
Anggota Pewarta Foto Indonesia (PFI) itu mengecam kekerasan jurnalis oleh ajudan Kapolri tersebut. Peristiwa kekerasan tersebut merupakan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Sore ini, hanya ada satu kata. Angkat kamera kalian tinggi-tinggi kawan-kawan jurnalis. Kita akan teriakkan 'Lawan! Lawan represi, lawan intimidasi, hidup jurnalis!'," tegasnya.
Ketua Aliansi jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang Aris Mulyawan, Aris Mulyawan menyinggung soal kebebasan pers yang dinilai mulai terkikis.
"Jawa Tengah darurat kebebasan Pers. Jawa Tengah darurat keamanan bagi jurnalis. Akhir-akhir ini seperti kekerasan terhadap jurnalis terus meningkat," kata Aris dalam orasinya.
Ia mengungkapkan, kekerasan tak hanya dirasakan para jurnalis media main stream, tetapi juga anggota pers mahasiswa.
"kekerasan tidak tidak hanya dialami oleh kawan-kawan jurnalis profesional. Kawan-kawan pers mahasiswa juga diintimidasi," tegasnya.
"Ketika jurnalis diintimidasi, ketika kebebasan berpendapat dibungkam, ketika kebebasan akademik dihabiskan, maka ini pertanda demokrasi di negeri ini sudah mati," lanjutnya.
Dalam aksi sore itu, dupa dinyalakan di atas makam buatan bertuliskan 'RIP Demokrasi'. Bunga-bunga juga ditebar di atas makam tersebut sebagai simbol demokrasi yang telah mati.
"Kita sebagai pilar demokrasi di negeri ini tidak boleh diam. Sebelum kehancuran terjadi di negeri ini maka kita harus bersatu melawan penindasan, melawan ketidakadilan," tegasnya.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Fajar Muhammad Andhika turut menyampaikan orasinya. Ia menyinggung jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi.
"jurnalis adalah pilar keempat dari demokrasi, sehingga apabila aparat kepolisian, negara, berani melakukan tindakan-tindakan represif, intimidatif, tandanya demokrasi kita sedang di terancam," kata Dhika.
"Itu tandanya demokrasi kita sedang di bawah bawah bayang-bayang otoriter. Di bawah bayang-bayang rezim militeristik," imbuh dia.
Adapun, kekerasan ini tak hanya mengancam jurnalis, tetapi juga angggota pers mahasiswa. Salah satu mahasiswa anggota LPM Justisia, UIN Walisongo, Dimas juga turut menceritakan pengalamannya didatangi anggota TNI saat diskusi di kampus.
"Jadi beberapa hari lalu teman-teman saya mengadakan diskusi tentang militerisme. Dan ada orang yang tidak dikenal masuk ke dalam forum tersebut," kata Dimas dalam orasinya.
Ia menyinggung pria berseragam TNI yang mendatangi kampus UIN untuk menanyakan identitas peserta disikusi 'Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik', Senin (14/5/2025) lalu.
Dimas mengungkapkan, salah satu anggota LPM Justisia mendapat teror dari orang tak dikenal usai berita soal kejadian tersebut diunggah di portal LPM. Ia ditanya siapa penulis berita tersebut.
"Malamnya setelah LPM yang saya ikuti itu membuat berita, malamnya diteror. Besok siangnya dichat, ditelepon sama orang yang dikenal," terangnya.
"Diancam kalau enggak ngaku, kan dia nanya siapa penulisnya, siapa ketuanya. Kalau enggak ngasih tahu katanya saya bakal ke kampus," lanjutnya.
Aksi berlangsung hingga pukul 18.30 WIB di Mapolda Jateng. Aksi ditutup dengan pembacaan tuntutan aksi oleh Sekretaris Jenderal AJI Semarang, Iwan Arifianto. Tuntutan aksi tersebut, di antaranya:
1. Pecat Aparat Pelaku kekerasan Terhadap jurnalis
2. Ciptakan Ruang Aman untuk jurnalis
3. Aparat Harus Patuh dengan Undang-undang Pers
4. Kapolri Bertanggungjawab kepada anggota yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis
5. Meminta Perusahaan Media Melindungi jurnalis Korban kekerasan.
***tags: #jurnalis #kekerasan
Email: [email protected]
KOMENTAR
BACA JUGA
TERKINI

Pariwisata Olahraga di Jateng Terus Menggeliat, Sumarno: Perekonomian Meningkat
20 Juli 2025

Marc Marquez Menangi Sprint Race MotoGP Ceko
20 Juli 2025

Maxine Jadi Satu-satunya Pebasket dari Indonesia di BWB GWC 2025
20 Juli 2025

Celtic FC Datangkan Penyerang Jepang Shin Yamada
20 Juli 2025

Dai Diharuskan Profesional dan Kuasi Disiplin Ilmu
20 Juli 2025

Leeds United Resmi Memperkenalkan Sean Longstaff Usai Diboyong dari Newcastle
20 Juli 2025

Kemensos Evaluasi Rekening Penerima Bansos Buntut Judol
20 Juli 2025

Arteta "Sumbang" 140 Juta Euro Lebih ke Chelsea Sejak Latih The Gunners
20 Juli 2025

Dukung Ketahanan Pangan, RT 03 RW 07 Sampangan Semarang Gencarkan Urban Farming
20 Juli 2025