JPU Tuntut Napoleon Bonaparte Tiga Tahun Penjara
Napoleon Bonaparte dalam perkara tersebut terbukti menerima suap 370 ribu dolar AS (sekitar Rp5,137 miliar) dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar).
Senin, 15 Februari 2021 | 16:53 WIB - Ragam
Penulis:
. Editor: Wis
KUASAKATACOM, Jakarta- jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan kepada mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Napoleon Bonaparte dengan hukuman 3 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan karena menerima suap 370 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura dari Djoko Tjandra.
Hal itu disampaikan jaksa penuntut umum Junaedi saat menyampaikan tuntutan jaksa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (15/2/2021).
BERITA TERKAIT:
Joaquin Phoenix Perankan Jenderal Legendaris di Film "Napoleon"
JPU Tuntut Napoleon Bonaparte Tiga Tahun Penjara
Bareskrim Tetapkan Djoko Tjandra dan Irjen Napoleon Bonaparte Sebagai Tersangka
24 Juni 1812, Napoleon Menyerang Rusia
"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk menyatakan terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menghukum terdakwa dengan pidana selama 3 tahun dengan perintah tetap ditahan di rumah tahanan serta denda Rp100 juta diganti pidana kurungan 6 bulan," ucap JPU Junaedi.
Tuntutan tersebut menurut JPU berdasarkan pasal dakwaan pertama dari pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf a UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana idubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang bebas dan bersih dari korupsi, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum. Hal meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan dan belum pernah dihukum," imbuh jaksa.
Napoleon Bonaparte dalam perkara tersebut terbukti menerima suap 370 ribu dolar AS (sekitar Rp5,137 miliar) dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari terpidana kasus korupsi "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi agar Napoleon Bonaparte membantu proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Napoleon menerima uang suap itu melalui perantaraan Tommy Sumardi, dalam beberapa tahap:
1. Pada 28 April 2020, Tommy Sumardi memberikan uang 200 ribu dolar Singapura kepada Napoleon ditambah 50 ribu dolar AS yang sempat ditolak Napoleon pada 27 April 2020.
2. Pada 29 April 2020 Tommy memberikan 100 ribu dolar AS kepada Napoleon Bonaparte
4. Pada 4 Mei 2020 Tommy memberikan 150 ribu dolar AS kepada Napoleon Bonaparte
5. Pada 5 Mei 2020, Tommy memberikan 70 ribu dolar AS kepada Napoleon Bonaparte
Uang itu berasal dari Djoko Tjandra yang diberikan melalui sekretarisnya bernama Nurmawan Fransisca dan Nurdin dengan rincian:
1. Pada 27 April 2020 Tommy mendapat 100 ribu dolar AS
2. Pada 28 April 2020 Tommy mendapat 200 ribu dolar Singapura
3. Pada 29 April 2020 Tommy mendapat 100 ribu dolar Singapura
4. Pada 4 Mei 2020 Tommy mendapat 150 ribu dolar AS
5. Pada 5 Mei 2020 Tommy mendapat 20 ribu dolar AS
6. Pada 12 Mei 2020 Tommy mendapat 100 ribu dolar AS
7. Pada 22 Mei 2020 Tommy mendapat 50 ribu dolar AS
Napoleon dinilai terbukti menghapus nama Djoko Tjandra dari "Enhanced Cekal System" (ECS) pada sistem informasi keimigrasian (SIMKIM).
Dalam surat tuntutan, yang dibacakan jaksa mengatakan Irjen Napoleon, memerintahkan anak buahnya membuat Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor: B/1030/V/2020/NCB-Div HI pad a4 Mei 2020 perihal Pembaharuan Data Interpol Notices atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi. Isi surat pada pokoknya menyampaikan penghapusan Interpol "red notice".
Irjen Napoleon selanjutnya pada 5 Mei 2020 kembali memerintahkan anak buahnya membuat Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor: B/1036/V/2020/NCB-Div HI tanggal 5 Mei 2020 perihal Penyampaian Penghapusan Interpol Red Notices yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo yang menyampaikan bahwa Interpol Red Notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra Control No: A-1897/7-2009 telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak tahun 2014 atau setelah 5 tahun.
"Sehingga Kepala Subdirektorat Cegah Tangkal Dirwasdakim pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Sandi Andaryadi menghapus nama Djoko Tjandra dari 'Enhanced Cekal System' (ECS) pada sistem informasi keimigrasian (SIMKIM). Sejak saat itu Djoko Tjandra bebas keluar masuk Indonesia dan tidak ada dalam ECS pada SIM KIM," beber jaksa.
Napoleon dan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo, padahal menurut jaksa sudah tahu status Djoko Tjandra sejak awal.
"Terdakwa Napoleon Bonaparte dan saksi Prasetijo Utomo sudah tahu sejak awal Djoko Tjandra adalah terpidana dan masuk dalam 'red notice' dengan perbuatan tersebut Napoleon dan Prasetijo bertentangan dengan jabatannya," lanjutnya.
Atas tuntutan jaksa tersebut, pada Senin, 22 Februari Napoleon dijadwalkan akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi).
tags: #napoleon #djoko tjandra #jaksa
Email: [email protected]
KOMENTAR
BACA JUGA
TERKINI

BAZNAS Tekankan Transparansi dalam Pengelolaan Zakat
10 Juli 2025

62 Pelaku UMKM Jateng Ikuti Dekranasda Expo 2025, Transaksinya Tembus Rp452 Juta
10 Juli 2025

Wagub Jateng Lantik 183 Pejabat Fungsional, Minta Mereka Tekankan Integritas
10 Juli 2025

Warga Binaan Lapas Brebes Dibekali Pelatihan Pramuka
10 Juli 2025

Antisipasi Dampak Tarif Trump, Gubernur Jateng Siapkan Langkah Mitigasi
10 Juli 2025

Libur Sekolah, KAI Daop 5 Purwokerto Berangkatkan 288 Ribu Lebih Pelanggan
10 Juli 2025

Calon Siswa Sekolah Rakyat Mulai Jalani Cek Kesehatan
10 Juli 2025

Jateng Siap Jadi Tuan Rumah MTQ 2026, Taj Yasin Temui Menag
10 Juli 2025