Syarat Jadi Presiden Ala Buku "Pemimpin yang Tuhan" Cak Nun
Cak Nun menyebut konsep manunggaling Gusti. Para pemimpin menempatkan Tuhan dan rakyat di hatinya.
Selasa, 06 April 2021 | 11:57 WIB - Budaya
Penulis:
. Editor: Fauzi
KUASAKATACOM, Semarang – Perpustakaan Riset BPK RI bekerja sama dengan Perpustakaan BPK Perwakilan Jateng menggelar bedah buku “Pemimpin yang Tuhan” karya Emha Ainun Nadjib melalui Zoom Meeting, Selasa (6/4). Bedah buku ini menghadirkan langsung sang penulis buku yang akrab disapa Cak Nun dan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Suko Widodo.
Memantik diskusi, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Suko Widodo menyebut ada bagian tertarik dari buku Cak Nun. “Negara dan pemerintah tidak menyiapkan formula hukuman yang mempermalukan koruptor di depan rakyat.”
BERITA TERKAIT:
Serahkan LKPD ke BPK, Nana Sudjana Berharap Pemprov Jateng Pertahankan Predikat WTP
Pemkot Semarang Terima WTP dari BPK, Namun Masih Ditemukan Sejumlah Permasalahan
Pemkab Cilacap Pertahankan Opini WTP untuk Ketujuh Kalinya
Kembali, Pemkab Banyumas Raih WTP BPK
Bupati Temanggung Serahkan LKPD 2021 ke BPK
“Tindakan mempermalukan orang hanya efektif untuk orang yang punya malu,” sambungnya.
Dua kalimat dalam buku tersebut menurutnya adalah kritik halus. Menurutnya, budayawan, kiai, dan sastrawan yang juga akrab disapa Mbah Nun itu seperti orang mutung (ngambek). “Di dalam buku ini dijelaskan betapa pemimpin ini susah dikasih contoh susah. Pemimpin itu di mata saya, seperti dalam buku ini, kalau rakyat mlarat, ya jangan berpesta,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyebut buku ini berat. Cak Nun memberikan syarat orang jika ingin menjadi pemimpin, maka tidak boleh salah. Untuk itu, menjadi pemimpin tidaklah ringan, tanggung jawabnya berat.
Menanggapi hal itu, Cak Nun menjelaskan alasannya memberi judul bukunya “Pemimpin yang Tuhan”. Mengapa ia tak memberi judul Pemimpin yang Malaikat atau Pemimpin yang Jin? Ia pun menyebut malaikat tak punya kelengkapan seperti manusia. Sementara jin mudah melakukan transformasi dan deformasi, menembus dimensi tertentu. Tapi jika Tuhan, lengkap. Bermaksud menyederhanakan, ia mengatakan buku ini bisa disederhanakan dengan memberi judul “Pemimpin yang Muhammad. Diketahui, Nabi memiliki empat sifat, yakni sidiq, amanah, tabligh, dan fatonah.
Menurutnya, sebelum menjadi pemimpin, seseorang harus memiliki kesungguhan dan bisa dipercaya dan menyebarkannya, baru bisa mendapatkan kecerdasan intelektual serta amanah. “Pemimpin itu yang nomor satu harus sayang pada istri atau rakyatnya. Landasannya itu. Allah juga sayang sama ciptaan-Nya,” ujarnya.
Untuk itu, kata dia, kelengkapan sifat dan perintah Tuhan harus menjadi landasan. Namun perlu dipahami jika banyak sifat Tuhan yang paradoks. Ia pun mencontohkan Tuhan itu pemaaf tapi juga penyiksa. Contoh dalam konteks negara, “Pemimpin yang Tuhan”, para pemimpin bukan berarti memaafkan para koruptor.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan kelemahan pemimpin Indonesia: jadi presiden baik atau buruk bergantung orang yang milih. Maka dari itu, rakyat yang harus banyak belajar. Kalau tidak, rakyat akan ditipu terus. “presiden harus orang yang tahu banyak tentang banyak hal. Tapi sekarang paling banyakprang tahu sedikit tentang banyak hal,” imbuhnya.
Terkait money politic, ia mengungkapkan rakyat sangat tidak menghargai kedaulatannya, karena menjual kedaulatan dengan sangat murah. Misalnya dengan memberi Rp50 ribu kepada masing-masing orang, bisa jadi pemimpin.
Agar dapat lebih memahmi konsep kepemimpinan yang ia maksud, Cak Nun meringkas syarat-syarat menjadi pemimpin. Ia dengan tegas menyatakan pemimpin bukan tak boleh salah, tapi sebisa mungkin benar. Ia pun bukan mengharapkan pemimpin seperti Tuhan, namun memahami firman dari Tuhan.
Pertama, pemimpin harus tahu hal yang kebanyakan orang tidak tahu. Untuk mengetahui hal tersebut, syarat yang kedua, calon pemimpin harus menyaksikan dan mengalami sendiri. Ketiga, jangan menjadi pemimpin kalau tidak miliki cinta yang meluas dan mendalam kepada rakyat.
Setelah memenuhi ketiga syarat tersebut, tambah Cak Nun, tahap keempat, seseorang itu baru boleh menjadi malik atau raja. Namun, ternyata, syarat kelima, seorang pemimpin juga harus memiliki hati yang suci kepada rakyat. Selain itu, keenam, pemimpin tidak melakukan apapun atau memberikan pernyataan yang tak menyelamatkan rakyatnya.
Selanjutnya ketujuh, pemimpin tak akan bisa menata jika tidak dipercaya oleh rakyat. Kedelapan, seorang pemimpin tak perlu pencitraan atau cari kebesaran. Selanjutnya, pemimpin harus canggih dalam menyusun prioritas.
Diperas lagi, Cak Nun pun menyentil konsep manunggaling kawula Gusti. Pemimpin memasukkan Tuhan dan rakyat di hatinya. Dengan demikian, jika pemimpin menyakiti rakyat, Tuhan murka. Sementara kalau ia menyakiti Tuhan, rakyat yang akan celaka.
***tags: #bpk ri #presiden #emha ainun nadjib #cak nun #pemimpin yang tuhan
Email: [email protected]
KOMENTAR
BACA JUGA
TERKINI
Tujuh Iklan Jadul Tema Puasa Ramadan, Bikin Nostalgia
29 Maret 2024
Daftar Harga Pangan di DIY Hari Ini Jumat 29 Maret 2024
29 Maret 2024
Harga Beras Masih Tinggi, Banjir di Demak Kudus Pengaruhi Pasokan
29 Maret 2024
11 Tahun Jateng Bersholawat Digulirkan, Nana Sudjana: Semoga Musibah Segera Berlalu
29 Maret 2024
Tahun Ini, Pemkab Purbalingga Buka Formasi Guru Lebih Banyak Lewat Seleksi PPPK
29 Maret 2024
Persis Terus Jaga Performa Pemainnya Selama Ramadan
29 Maret 2024
Ramadan Ini, Harga Sayuran di Pasar Agribisnis Ngablak Fluktuatif
29 Maret 2024
Pekan Depan Pemkab Cilacap akan Adakan Pasar Murah di Desa Kuripan Kidul
29 Maret 2024
Terkait Penggerebekan Pabrik Pil Koplo di Semarang, Mbak Ita akan Evaluasi Perizinan
29 Maret 2024
UPGRIS Terjunkan 70 Mahasiswa Bantu Korban Banjir di Demak
29 Maret 2024