Pinjol dan Fintech Diatur PP 60 Tahun 2021
PP tersebut menjelaskan beragam modus yang digunakan untuk kegiatan TPPU.
Jumat, 23 April 2021 | 15:47 WIB - Ragam
Penulis:
. Editor: Wis
KUASAKATACOM, Jakarta- Semakin banyaknya modus operandi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
PP tersebut menjelaskan beragam modus yang digunakan untuk kegiatan TPPU, salah satunya melalui Fintech, Pinjol saham online dan transaksi keuangan lainnya.
BERITA TERKAIT:
Satu Advokat dan Dua Pengurus Yayasan Korupsi Dana Pembangunan RS Univ Muria Kudus Capai Rp 24 Miliar
Aan Tawli : DPD IKADIN Jateng Adakan PKA Hingga Tingkat DPC
Rakerda DPD IKADIN Jateng: Soroti Banyak Kasus Pelanggaran dalam Sistem Peradilan Indonesia
91 Advokat Muda IKADIN Jateng Ikuti Pengambilan Sumpah
91 Advokat Muda IKADIN Jateng Ikuti Pengambilan Sumpah di Pengadilan Tinggi Semarang
"Dengan semakin berkembangnya layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi yang berpotensi digunakan sebagai sarana oleh pelaku tindak pidana untuk melakukan pencucian uang hasil tindak pidana dan untuk melindungi penyelenggara layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi dari risiko Tindak Pidana Pencucian Uang, perlu mengatur penyelenggara layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi sebagai pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," demikian bunyi Pertimbangan PP 61/2021 itu.
Dalam PP itu juga disebutkan kewajiban advokat hingga notaris untuk melaporkan honornya kepada PPATK terkait transaksi mencurigakan. Sebab menurut PP itu, banyak pencucian uang melibatkan profesi tersebut.
"Modus operandi yang dilakukan oleh pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang semakin berkembang, termasuk penyalahgunaan atau pemanfaatan profesi advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan sebagai media Tindak Pidana Pencucian Uang," tulis Penjelasan PP 61/2021.
Pemerintah telah melakukan mitigasi risiko atas penyalahgunaan atau pemanfaatan dengan cara kewajiban profesi advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa dan menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan ke PPATK.
Penyampaian transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan oleh profesi dimaksud pelaksanaannya dirasakan belum optimal, hal itu dikarenakan kriteria transaksi yang dilakukan profesi yang wajib disampaikan ke PPATK.
"Antara lain karena ketentuan sebelumnya memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, dan belum sejalan dengan standar dan konvensi internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Oleh karena itu, pemerintah melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan Transaksi yang dilakukan oleh profesi yang wajib disampaikan ke PPATK," jelasnya.
Perubahan perubahan itu antara lain:
Pasal 2 ayat 2 PP 43/2015:
Pihak Pelapor penyedia jasa keuangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup juga:
a.perusahaan modal ventura;
b.perusahaan pembiayaan infrastruktur;
c.lembaga keuangan mikro; dan
c.lembaga pembiayaan ekspor.
Pasal 2 ayat 2 PP 61/2021:
Pihak Pelapor penyedia jasa keuangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup juga:
a.perusahaan modal ventura;
b.perusahaan pembiayaan infrastruktur;
c.lembaga keuangan mikro; dan
c.lembaga pembiayaan ekspor.
e. penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi;
f. penyelenggara layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi; dan
g. penyelenggara layanan Transaksi Keuangan berbasis teknologi informasi.
Pasal 8 ayat 1 PP 43/2015:
Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa
Pasal 8 ayat PP 61/2021:
Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib menyampaikan kepada PPATK Transaksi yang dilakukan oleh profesi untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa yang diketahui patut diduga menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
"Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi advokat yang bertindak untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa, dalam hal memastikan posisi hukum Pengguna Jasa; dan penanganan suatu perkara, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa," bunyi pasal 8 ayat 3.
"Yang dimaksud dengan "memastikan posisi hukum Pengguna Jasa" antara lain pemeriksaan secara seksama dari segi hukum (legal due diligence/legal audit terhadap suatu perusahaan atau objek transaksi sesuai dengan tujuan transaksi, untuk memperoleh informasi atau fakta material yang dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau objek transaksi," bunyi penjelasan Pasal 8 ayat 3 huruf a.
Presiden Jokowi menandatangani PP tersebut pada 13 April 2021 serta telah diundangkan oleh Menkum HAM Yasonna Laoly sehari setelahnya atau pada tanggal 14 April 2021.
***tags: #advokat #presiden jokowi #tindak pidana pencucian uang #fintech #pinjol
Email: [email protected]
KOMENTAR
BACA JUGA
TERKINI
PT Pelni Cabang Semarang Kerahkan Enam Armada Kapal untuk Mudik Lebaran
29 Maret 2024
Rembang Perlu Kerja Keras Turunkan Angka Kemiskinan
29 Maret 2024
Polda Jateng Bagi-bagi Sembako dan Gelar Layanan Kesehatan di Magelang
29 Maret 2024
Membahayakan! Kapolres Pati Imbau Orangtua Tak Belikan Anak Sepeda Listrik
29 Maret 2024
Jelang Lengser, Jokowi Ingin Indonesia Kuasai 61 Persen Saham Freeeport
29 Maret 2024
Perputaran Uang Selama Ramadan dan Lebaran 2024 Diprediksi Tembus Rp157,3 Triliun
29 Maret 2024
99 Napi Nasrani di Lapas Semarang Ikuti Ibadah Paskah
29 Maret 2024
Pria Asal Banyumas Ditemukan Tewas di Kamar Kos Bergas Semarang
29 Maret 2024
Puluhan Pelajar di Demak Diamankan Polisi karena Diduga Mau Perang Sarung
29 Maret 2024