Diskusi bedah buku 'Atas Nama Publik' Transformasi Lembaga Penyiaran Publik Sebagai Media Layanan Publik Multiplatform karya wartawan senior yang juga mantan Dewan Pengawaa (Dewas)  RRI Freddy Ndolu,  di Media Center DPR,  Jakarta, Rabu (25/8/2021), Foto: KUASAKATACOM

Diskusi bedah buku 'Atas Nama Publik' Transformasi Lembaga Penyiaran Publik Sebagai Media Layanan Publik Multiplatform karya wartawan senior yang juga mantan Dewan Pengawaa (Dewas)  RRI Freddy Ndolu,  di Media Center DPR,  Jakarta, Rabu (25/8/2021), Foto: KUASAKATACOM

Wartawan Senior RRI luncurkan Buku 'Atas Nama Publik'

Peluncuran buku itu dalam rangka menyambut HUT Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI ke 76 pada 11 September 2021 nanti.

Kamis, 26 Agustus 2021 | 13:51 WIB - Ragam
Penulis: Arya Jkt . Editor: Ririn

KUASAKATACOM, Jakarta -  Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai radio tertua di Indonesia harus berani berbicara meski berbeda dengan pemerintah dan harus berani bertransformasi menjadi media layanan publik multiplatform.

Demikian salah satu poin dalam diskusi bedah buku 'Atas Nama Publik' Transformasi Lembaga Penyiaran Publik Sebagai Media Layanan Publik Multiplatform karya wartawan senior yang juga mantan Dewan Pengawaa (Dewas)  RRI Freddy Ndolu,  di Media Center DPR,  Jakarta, Rabu (25/8/2021).

BERITA TERKAIT:
Wujudkan Pemilu yang Demokratis, Bawaslu Jateng Lakukan MOU Dengan IJTI Jateng dan LPP RRI Semarang
Wartawan Senior RRI luncurkan Buku 'Atas Nama Publik'

Peluncuran buku itu dalam rangka menyambut HUT Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI ke 76 pada 11 September 2021 nanti.

Hadir sejumlah narasumber membedah buku tersebut antara lain: Wakil Ketua Baleg DPR RI  Fraksi Partai NasDem, Willy Aditya, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Muklis Basri, Mewakili Dewan Pers Asep Setiawan dan Pakar hukum tata negara Margarito Kamis.

Sebagai mantan wartawan RRI Fredy memimpikan RRI menjadi lembaga penyiaran seperti halnya BBC London,  NHK di Jepang dan ABC di Australia.  ''RRI itu harus menjadi lembaga yang 

menginformasi, mengedukasi dan menghibur (educate, inform and entertain) yang dilakukan berbagai media layanan publik di dunia seperti BBC, NHK, ABC,'' kata Fredy. 

Menurut Freddy lembaga penyiaran publik itu di satu pihak, itu adalah bentuk pertanggungjawaban media pelayanan publik untuk kepercayaan yang diberikan warga Negara, dilain pihak ia adalah esensi dari kerja layanan publik yang berbasis pada kebenaran dan moral.

"Saya mengapresiasi, saya dukung buku ini tapi dia harus jadi movement (gerakan). LPP kita bangun bersama-sama narasi kebangsaan. Sebab, kalau ini kita tidak jaga, ini anugerah besar di kolong langit ini bernama Indonesia, negara berbangsa, banyak suku agama," kata Wakil Ketua Baleg Willy Aditya menanggapi buku tersebut. 

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR F-PDIP Muklis Basri juga menyambut baik hadirnya buku tersebut. Namun, ia berpesan agar sebelum mendorong dekrit pencerdasan bangsa, perlu seluruh komponen membenahi RRI, khususnya secara internal.

"Pesan saya kepada seluruh LPP RRI, benahi dulu internal, jangan ribut pada momentum tertentu saja," ujar Muklis.

Menanggapi lebih dalam, mewakili Dewan Pers Asep Setiawan mendukung LPP RRI bertransformask menjadi media layanan publik multiplatform. Memang, menurut Asep, cara menyampaikan informasi perlu ikut tuntutan zaman.

"Substansi jurnalistik, dengan menyampaikan informasi melalui media massa tidak akan pernah berubah. Membangun Indonesia, tetapi teknologi untuk mendeliver news berubah, kita sekarang menulis pakai gadget. Jadi substansi tidak berubah, hanya caranya berubah," ujar Asep.

Pakar hukum Tata Negara Margarito Kamis turut memberikan masukan, bahwa RRI harus berani berbicara meskipun berbeda dengan pemerintah. 

"buku ini secercah harapan jika tidak bisa mengubah dunia, paling tidak Indonesia, di titik inilah saya mencoba mengapresasi lahirnya buku ini," tutur Margarito

***

tags: #rri #atas nama publik #buku #hut

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI