Gubes UPGRIS Prof Harjito Bantah Stereotipe Wanita Subjek Pasif, Simak Penjelasannya

Prof Harjito melakukan penelitian terhadap cerita rakat Jawa dan melihat posisi, peran perempuan dalam cerita-cerita tersebut.

Rabu, 24 Agustus 2022 | 22:28 WIB - Didaktika
Penulis: Holy . Editor: Hani

KUASAKATACOM, Semarang – Universitas PGRI Semarang (Upgris) telah mengukuhkan Prof Dr Harjito MHum sebagai guru besar (Gubes) bidang Ilmu Sastra dan Bahasa Indonesia.

Pada acara pengukuhan, Rabu (24/8), Prof Harjito menyampaikan Orasi Ilmiah berjudul “Dari Perlawanan Hingga Kolaborasi: Perempuan  dan Keluarga dalam Sastra Indonesia”. Prof Harjito melakukan penelitian terhadap cerita rakat Jawa dan melihat posisi, peran perempuan dalam cerita-cerita tersebut. 

BERITA TERKAIT:
Empat Mahasiswa UPGRIS Raih Beasiswa Dinas Pendidikan Kota Semarang
Narawita Fest 2023, Peringatan Bulan Bahasa dan Sastra FPBS UPGRIS
Dosen UPGRIS Ellya Raih Gelar Gelar Doktor dari UMY
Alfina, Mahasiswi Matematika UPGRIS Raih Dua Penghargaan Duta Wisata Grobogan
Gubes UPGRIS Prof Harjito Bantah Stereotipe Wanita Subjek Pasif, Simak Penjelasannya

Ia meyakini merepresentasikan realitas masyarakat atau menggambarkan apa yang terjadi dalam masyarakat, tentu dengan tambahan sedikit atau banyak imajinasi. Pada perkembangannya, sastra ternyata juga memberi inspirasi bagi realitas masyarakat.

“Perjalanan perempuan di Indonesia cukup panjang, mulai diposisikan pada ranah domestik karena kodratnya, sebagaimana dikenal 4 M yaitu: menstruasi, menyusui, mengandung, dan melahirkan. Hingga ketika Indonesia masuk pada era pembangunan pada masa Orde Baru yang kemudian dikenal dengan istilah ‘peran ganda’ perempuan. Selain perempuan masih mengurusi masalah domestik juga dituntut membantu perekonomian keluarga dengan bekerja di luar,” kata Harjito

Setelah melakukan analisis terhadap sejumah cerita rakyat Jawa, ia mengaku mengambil kesimpulan bahwa Perempuan bukanlah subjek yang pasif seperti yang menjadi gambaran stereotip. Perempuan bukanlah subjek yang lemah, tetapi merupakan  subjek yang memiliki banyak kekuatan dan kekuatan itu dapat ditampilkan atau disembunyikan. 

“Karena relasi selalu berkaitan dengan pihak lain, maka  sangat diperlukan kepedulian dan pelibatan pihak lain, dalam hal ini pihak lelaki. Dengan demikian, diperlukan negosiasi, perlunya penyelarasan baik dari perempuan maupun lelaki bahwa relasi tersebut tidak untuk mencari menang-kalah, bukan dalam pendekatan konfrontatif atau siapa yang lebih mendominasi atau tersubordinasi,  tetapi rembugan– membangun-menciptakan kesepakatan-kesepakatan yang memungkinkan  untuk mendapatkan harmoni atau keselarasan dalam cara pandang saling menghargai–bukan saling menyakiti,” jelasnya.

Dalam segitiga PKK (perlawanan-kesetiaan-kebahagiaan), dia lebih sepakat pada tujuan kebahagiaan dalam keluarga adalah kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan hal yang utama dalam keluarga. 

“Karena itu, saya menyebut bahwa perempuan  adalah Perempuan-Kolaboratif, perempuan merupakan subjek penting yang memiliki banyak pilihan untuk berkolaborasi dengan lelaki. Sementara itu, lelaki perlu menjadi Lelaki-Legawa, lelaki yang memiliki kesadaran dalam menerima pasang surut perubahan,” tandas dia

***

tags: #upgris #guru besar

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI