Nelayan Rembang Lesu karena Solar Mahal dan Langka, Kini Pilih Banting Setir Kerja Serabutan 

”Ini saya ke dinas (Dinlutkan Rembang). Mau mengajukan surat rekomendasi pembelian BBM solar."

Selasa, 20 September 2022 | 19:56 WIB - Ekonomi
Penulis: Issatul Haniah . Editor: Fauzi

KUASAKATACOM, Rembang - Akibat kenaikan harga BBM dan kelangkaan solar, nelayan di Kabupaten Rembang menganggur. Mereka pun kini banting setir hingga jadi buruh serabutan.  

Nasuha memperlihatkan kartu kepala keluarga (KK), kartu tanda penduduknya (KTP), kartu nelayan, dan pas kecil rekomendasi dari Syahbandar Rembang ke wartawan ini.

BERITA TERKAIT:
Kementerian ESDM KajI Permintaan Pemutihan Tunggakan BBM TNI AL
Pertamina Patra Niaga Turunkan Harga BBM Nonsubsidi Mulai 29 Maret 2025
Wali Kota Semarang Agustina Pastikan Stok BBM Aman Saat Lebaran
Pertamina Siagakan Stok BBM dan LPG Selama Mudik Lebaran 2025
Gubernur Jateng Minta Pertamina Selesaikan Aduan Soal BBM Tercampur Air

Saat itu ia akan mengambil solar subsidi ke stasiun bahan bakar minyak (SPBU). Berkas-berkas itulah yang dibawa ke Dinas Kelautan Rembang yang kemudian ditunjukkan ke SPBU. Mengambil solar subsidi.

”Ini saya ke dinas (Dinlutkan Rembang). Mau mengajukan surat rekomendasi pembelian BBM solar. Ini salah satu syarat dan wajib ketika ingin beli di pom atau SPBU,” katanya.

Sebelumnya ia sudah mengajukan syarat-syarat pengambilan solar subsidi tetapi gagal. Ada beberapa syarat surat yang belum ia miliki. ”Ini saya coba lagi. Semoga dapat,” ucapnya lirih.

Beberapa hari terakhir ini ia tidak melaut. Karena tak kunjung dapat solar. Selama tak melaut dia memperbaiki perahunya.

”Sebenarnya ada solar nonsubasidi yaitu solar industri. Tapi harganya mahal. Harganya sekitar Rp 22.300 per liter. Kalau kami beli solar itu, antara hasil melaut dengan beli solar ndak nyucuk,” terangnya. 

Kondisi itu diamini Nasuha, anggota Asosiasi nelayan Jaya Mina Rembang. Ia mengakui syarat administrasi yang mencantumkan banyak surat membuat nelayan di Rembang kesulitan dapat solar subsidi. Jika menggunakan solar nonsubsidi harganya sangat mahal.

”Harga solar subsidi dan nonsubsidi terlampau jauh,” terangnya.

Harga solar industri itu tembus Rp 22 ribu perliter. Kalau solar subsidi harganya hanya Rp 6.800 per liter.

Karena rumitnya mengurus administrasi BBM solar subsidi itu membuat dirinya hanya bisa membantu 18 orang di organisasinya ke Dinlutkan Rembang. Padahal jumlah anggota di asosiasinya sekitar 50 orang.

Karena harga solar mahal dan langka, beberapa nelayan banting setir jadi kuli serabutan. Jika tak dapat pekerjaan, milih utang.

”Jika tidak ada pekerjaan, terpaksa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan utang. Utang itu akan dikembalikan ketika dapat pekerjaan atau bisa melaut lagi,” tandasnya.

Nasuha memiliki kapal di bawah 10 GT. Jarak melaut yang ia tempuh antara 15-25 mil. ”Kebutuhan BBM sekali melaut sekitar 20 liter,” tandasnya.

***

tags: #bbm #nelayan #solar #rembang

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI