Sempat Dilarang Saat Orba, Bagaimana Sejarah Imlek hingga Jadi Hari Libur Nasional? 

Lantas bagaimana sejarah perayaan Imlek di Indonesia sejak budaya cina masuk hingga saat ini?

Sabtu, 21 Januari 2023 | 12:36 WIB - Budaya
Penulis: Issatul Haniah . Editor: Fauzi

KUASAKATACOM, Semarang - Meski tahun perayaan Imlek tahun ini bertepatan dengan Hari Minggu, namun pemerintah menyatakan 22 Januari 2023 sebagai hari libur Nasional. Pemerintah juga menetapkan sehari setelahnya atau 23 Januari 2023 sebagai hari cuti bersama Tahun Baru Imlek. 

Ketetapan hari libur Nasional dan cuti bersama itu diputuskan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1066 Tahun 2022 Nomor 3 Tahun 2022, Nomor 3 Tahun 2022 tentang hari libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2023.

BERITA TERKAIT:
Sambut Idullfitri Tanpa Kendala, Direktorat Manajemen Kebangkitan PLN Tinjau Kesiapan PLTGU Tambak Lorok
Pj Walikota Tegal Pastikan Pasokan Kebutuhan Bahan Pokok Aman Jelang Iduladha
Indosat Optimalkan Jaringan di Jalur Mudik, Jamin Kelancaran Konektivitas selama Hari Raya
Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah Diprediksi Jatuh pada 10 April 2024
Perbedaan Hari Raya Iduladha, Walikota Semarang: Alhamdulilah Kondusif

Namun perlu diketahui bahwa pada periode Orde Baru (Orba) Imlak tidak ditetapkan sebagai hari libur. Akibatnya perayaan imlek hanya dilakukan di ruang-ruang tertutup. 

Lantas bagaimana sejarah perayaan Imlek di Indonesia sejak budaya cina masuk hingga saat ini?

Budaya Cina masuk bersama kedatangan orang Cina yang bermigrasi ke berbagai wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia untuk berdagang. Kedatangan mereka turut berdampak pada perkembangan kebudayaan di tanah air.

Imlek di masa pemerintahan Soekarno

Presiden Republik Indonesia Ir Soekarno menetapkan Penetapan Pemerintah tentang hari-Hari Raya umat beragama No.2/OEM-1946 yang salah satunya menyoal Hari Raya orang Tionghoa, segera setelah kemerdekaan Indonesia.

Ada empat perayaan yang masuk dalam penetapan tersebut, yaitu Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu pada tanggal 18 bulan 2 Imlek, Ceng Beng, dan hari lahirnya Khonghucu pada tanggal 27 bulan 2 Imlek.

Pada masa itu, orang-orang Tionghoa juga bisa berekspresi secara bebas, seperti berbahasa Mandarin, bahasa lokal, memeluk agama Konghucu, punya surat kabar berbahasa Mandarin, menyanyikan lagu Mandarin, dan memiliki nama Cina. Sekolah, toko, restoran, dan bengkel bisa memasang plang berbahasa mandarin. 

Imlek di Masa Soeharto 

Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina pada 6 Desember 1967. Instruksi tersebut menetapkan seluruh upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Karena itu, perayaan imlek saat masa Soeharto umumnya tidak dilakukan, atau berlangsung tersembunyi.

Imlek kembali bebas dirayakan di masa pemerintahan Gus Dur

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengeluarkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres No.14/1967 pada 17 Januari 2000. Sejak dicabutnya Inpres tersebut, masyarakat Tionghoa mendapatkan kebebasan lagi untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan upacara-upacara agama seperti imlek, Cap Go Meh, dan sebagainya secara terbuka.

Hari Raya Imlek ditetapkan sebagai hari libur Nasional

Pada 19 Januari 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai hari libur Nasional Fakultatif. Hari libur fakultatif adalah hari libur yang tidak ditentukan pemerintah pusat secara langsung, melainkan oleh pemerintah daerah setempat atau instansi masing-masing.

Kini, penetapan Hari Raya Imlek sebagai hari libur Nasional yang ditentukan langsung pemerintah melalui SKB Menteri.

***

tags: #hari raya #sejarah #soekarno #perayaan #hari libur nasional

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI