Persebaran Berita Hoax Masif Jelang Pemilu 2024: Jurnalis Bisa Jadi Aktor Utama Penyebar Disinformasi  

Oleg Widoyoko dari Binokular menyebut sebaran informasi hoax paling efektif dilakukan di media sosial menyasar Millenial dan Gen Z.

Rabu, 27 September 2023 | 17:30 WIB - Politik
Penulis: Issatul Haniah . Editor: Fauzi

KUASAKATACOM, Semarang - Gempuran informasi hoax menjelang Pemilu 2024 semakin kencang. Buzzer bergerak untuk menyebarkan disinformasi atau informasi yang keliru kepada publik yang disebar di media sosial. 

Hal inilah yang menjadi perhatian Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Cek Fakta, Aliansi jurnalis Indonesia (AJI) dalam diskusi daring "diskusi Cek Fakta Bulanan: Mengupas Hoaks Bakal Calon Presiden Pemilu 2024". 

BERITA TERKAIT:
Nurkholis Kembali Pimpin AMSI Jateng
Seri Pelatihan Cek Fakta AMSI Berakhir di Solo, 150 Media Diharap Konsisten Produksi Konten Berkualitas 
Persebaran Berita Hoax Masif Jelang Pemilu 2024: Jurnalis Bisa Jadi Aktor Utama Penyebar Disinformasi  
Tambang Legal dan Ilegal Mirip, AMSI Jateng Imbau Jurnalis Jangan Jadi 'Alat'
Tambang Ilegal di Jateng Dipicu Tingginya Permintaan Material

Oleg Widoyoko dari Binokular menyebut sebaran informasi hoax paling efektif dilakukan di media sosial menyasar Millenial dan Gen Z. Kelompok ini merupakan jumlah pemilih terbesar yang mana mencapai 59 persen pada Pemilu 2024. 

hoax yang disebar seperti kabar palsu, foto editan, informasi keliru, narasi terhadap video, juga video yang dipotong untuk menyampaikan informasi tertentu. 

"Semua Capres berpotensi kaitannya dengan agenda setting negatif. Misal Prabowo sebagai penculi aktivis, Anies dengan JIS, lalu Ganjar dengan masalah Wadas dan Rembang," ungkap Oleg. 

Septiaji Eko Nugroho dari Mafindo mengungkap pihaknya menyoroti platform-platform video pendek snack hingga shopee video juga memuat konten muatan politis disinformatif. Isinya saling serang antar kubu-kubu yang turut dalam kontestasi. 

Produksinya besar-besaran, satu akun bisa memproduksi lima video pendek dalam sehari. 

"Ini sangat krusial ya. Karena untuk memproduksi video pendek yang belum jelas kebenarannya lalu viral, ini sangat murah dan cepat. Sementara pelaku cek fakta akan kesusahan dan sulit mengimbangi," terangnya. 

Parahnya lagi, jurnalis sebagai pihak yang semestinya menjadi pihak cek fakta kadang dapat bisa hanyut dalam arus tersebut. Hal ini disampaikan Lilik Dwi Mardjanto yang merupakan kandidat penerima Ph.D University of Canberra Australia. 

Lilik mengungkap siklus yang terjadi dalam persebaran informasi saat ini. 

"Seringnya seperti ini, saya sempat memperhatikan beberapa isu kemarin. Misal seseorang menyampaikan pendapat pribadi mengenai satu capres lalu dibuat konten sambil mencatut lembaga tertentu, supaya kesannya lembaga tertentu itu menjadi pendukung si capres. Ini kemudian viral dan jadi konsumsi junalis hingga berlanjut jadi produk jurnalistik. Lembaga yang dicatut membuat klarifikasi dan hak jawab, lalu media minta maaf," terangnya. 

Menurutnya jurnalis juga harus melakukan perannya untuk mencari kebenaran lewat verifikasi dan bukan ikut arus "viral" semata. 

***

tags: #amsi #hoax #jurnalis #diskusi

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI