Asal-usul THR di Indonesia, Sempat Ganti-ganti Nama dan Kebijakan

Sejarah THR bermula pada tahun 1951 ketika Presiden Soekarno meresmikan Kabinet Soekiman. 

Sabtu, 06 April 2024 | 12:42 WIB - Ragam
Penulis: - . Editor: Hani

KUASAKATACOM, Jakarta - tunjangan Hari Raya (THR) merupakan hak pegawai dan karyawan. tunjangan ini wajib diberikan menjelang hari raya Idul Fitri. Dengan tunjangan tersebut mereka dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan lebaran. 

Istilah THR di Indonesia ternyata pernah mengalami beberapa pergantian nama serta kebijakan. Sejak tahun 1950 atau 1 tahun sebelum Kabinet Sukiman memperkenalkan kebijakan THR

BERITA TERKAIT:
Sejarah Tradisi Pemberian THR di Indonesia
Polisi Amankan Pria yang Ngaku Anggota Ormas Minta THR ke Tukang Cukur di Jaksel
Ahmad Luthfi Pastikan Perusahaan Bayar THR Karyawan
Pasar Tanah Abang Sepi Jelang Lebaran, Pedagang Harapkan THR Cair
Desa Wunut Klaten Bagikan THR Rp 457 Juta ke Warga dari Hasil Wisata

Pemerintah Indonesia telah berusaha untuk memberikan kebahagiaan kepada masyarakat menjelang Idul Fitri dengan memberikan THR. Hal tersebut sering disebut sebagai sejarah pemberian THR

Sejarah THR bermula pada tahun 1951 ketika Presiden Soekarno meresmikan Kabinet Soekiman. Di bawah Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo yang berafiliasi dengan Partai Masyumi, partai Islam terbesar waktu itu.  

Dari situlah awal mula kebijakan THR lahir yang waktu itu hanya diberikan kepada Pamong Praja atau saat ini dikenal dengan PNS. Pada waktu itu, namanya adalah Persekot Lebaran. Konsepnya adalah para PNS akan mendapatkan uang untuk lebaran yang nantinya akan dipotong dari gaji-gaji di bulan berikutnya. 

Tetapi kebijakan Perdana Mentri Sukirman ini mendapatkan banyak kritik dari para buruh yang bekerja di perusahaan swasta. Mereka menuntut supaya hak memperoleh persekot lebaran juga bisa mereka dapatkan.

Pada tanggal 13 Februari 1952, para buruh menggelar aksi tuntutan serta mogok kerja. Setelah kurang lebih para buruh berjuang untuk mendapatkan persekot lebaran pada akhirnya membuahkan hasil. 

Pada tahun 1954, di bawah Mentri Perburuhan Indonesia, S.M. Abidin, mengeluarkan surat edaran yang berisi untuk menghimbau perusahaan untuk memberikan 'hadiah lebaran' senilai 1/12 upah buruh. 

Tapi karena sifatnya himbauan, surat edaran tersebut dirasa belum cukup menjamin para buruh untuk mendapatkan hadiah lebaran. Oleh karena itu, mereka kembali menggelar aksi untuk menuntut pemerintah supaya membuat hadiah lebaran jadi kewajiban perusahaan yang harus dijalankan. Tuntutan ini baru disetujui oleh pemerintah di era Demokrasi Terpimpin. 

Saat Mentri Ketenagakerjaan di pimpin oleh Ahem Erningpraja dengan mengeluarkan peraturan Mentri Ketenagakerjaan pada tahun 1961. Dalam isinya menyebutkan, hadiah lebaran merupakan hal yang wajib diberikan kepada para buruh yang sudah bekerja sekurang-kurangnya tiga bulan atau lebih. 

Selanjutnya kebijakan pemberian hadiah lebaran ini terus diadopsi hingga masa Orde Baru (Orba). Namun baru tahun 1994, pada saat Menteri Ketenagakerjaan dipimpin oleh Abdul Latief, dikeluarkannya Aturan Mentri Ketenagakerjaan pada tahun 1994 yang memperkenalkan istilah 'tunjangan Hari Raya' (THR) yang dikenal hingga saat ini.

Pada tahun 1950, melalui koran Kedaulatan Rakyat edisi 18 Juli 1950 berjudul "Idul Fitri Tahun Ini Lebih Menggembirakan Dari yang Sudah-sudah" menyebutkan dari kantor perwakilan RIS di New York, Amerika Serikat (AS) mengeluarkan pengumuman bahwa, Pemerintah Indonesia membagikan tekstil kepada kurang lebih 80.000.000 penduduknya yang tidak hanya berasal dari agama Islam saja, namun dari agama lain juga.       

*Ditulis oleh wartawan magang Rahardian Haikal Rakhman

***

tags: #thr #tunjangan

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI