Rektor Undip Curhat Perihal Kasus Mahasiswi PPDS Bunuh Diri karena Bullying: Saya Jempalit, Remuk

Nama Undip dicap sebagai kampus problematik yang penuh perundungan. Ini pun juga berimbas pada terganggunya praktik koasisten.

Senin, 02 September 2024 | 13:37 WIB - Didaktika
Penulis: Issatul Haniah . Editor: Fauzi

KUASAKATACOM, Semarang - Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Prof Suharnomo mencurahkan isi hatinya pasca kampusnya diselimuti kasus dugaan bullying hingga menyebabkan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Aulia Risma Lestari bunuh diri. 

Hal ini ia sampaikan ketika bicara di sebuah kampus swasta di Semarang, Jumat lalu (30/8). Mulanya Suharmono bercerita tentang kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) yang mendapat tanggapan positif di media sosial (medsos).

BERITA TERKAIT:
Mahasiswa dari Berbagai Universitas Gelar Aksi di Semarang, Soroti Isu Nasional
Althaf Gauhar Auliawan, Dosen Termuda di Undip yang Miliki Segudang Pengalaman
Menjadi Driver Anjem: Usaha Mahasiswa dengan Segudang Cerita dan Pengalaman Unik
Fenomena Anjem di Undip: Transportasi Alternatif Mahasiswa yang Makin Populer
Undip Kukuhkan Lima Guru Besar Bidang Peternakan hingga Kelautan

"Saat PPKMB ratusan ribu pengin masuk Undip tahu depan. Sekarang jangan masuk Undip banyak bullying, saya jempalit, langsung remuk," katanya.

Menurutnya, serangan tuduhan perundungan atau bullying datang bertubi-tubi hingga sekarang. Pihaknya mengakui tak bisa membendung tudingan itu.

"Kami mengatasi tuduhan bullying saja tidak cukup mampu," ujar Guru Besar Manajemen Sumber Daya Manusia itu.

Dia bilang tuduhan adanya bullying itu berawal dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (Dirjen Yankes) dengan mengeluarkan surat keputusan menghentikan praktik anestesia PPDS di RSUP Dr Kariadi.

"Hari pertama beliau meninggal, tetapi hari pertama dari Yankes bilang tuduhan bullying yang menyebabkan kematian, Yankes yang menuduh, harusnya kepolisian, itu dia nuduh saja," katanya.

Dampak itu makin melebar hingga sekarang. Nama Undip dicap sebagai kampus problematik yang penuh perundungan. Ini pun juga berimbas pada terganggunya praktik koasisten.

"Padahal ini kaya suami istri, 100 persen mahasiswa kami koasnya di Kariadi, yang di RSND Diponegoro tidak ada masalah, di semua RS satelit tidak ada masalah," katanya. Dia mengatakan bahwa di RSUP Dr Kariadi melakukan praktik operasi 24 jam. Para dokter muda itu berjibaku praktik di luar batas waktu normal.

"Mereka ikut operasi dan sebagainya, sangat exhausted, sangat kelelahan, operasi yang harusnya 1 jam kadang kala bleeding jadi 6 jam. Lanjut operasi lagi dan itu ada SK Dirut Kariadi, 24 jam operasi," katanya.

Dia mengakui bahwa menjadi dokter residen capainya luar biasa. Namun, dia menyebut Kemenkes justru memberi cap bullying yang menggiring opini liar masyarakat kepada Undip.

"Kami yang kena, PPDS Undip, jangan sembunyiin dong, lha kami bingung yang disembunyiin apanya, siapanya," katanya.

Dia menyatakan Undip telah memecat satu mahasiswa PPDS pada 2022, dan dua mahasiswa tahun berikutnya. Menurutnya, itu bentuk komitmen melawan perundungan atau zero bullying.

"Kami tidak ingin orang meninggal bukan karena bullying, tetapi harus bullying, itu yang merepotkan," katanya.

Pada hari kedua setelah kematian Aulia Risma Lestari, pihaknya mengklaim terbuka menyambut Kemenkes dan Kemendikbudristek beserta kepolisian melakukan investigasi.

"Tetapi problemnya netizen harus di-framing bullying, kami ngomong apa saja tetap bullying. Harusnya kepolisian yang memutuskan kematian karena bullying atau tidak," ujarnya.

***

tags: #undip #rektor #universitas diponegoro #bullying #prof suharnomo

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI