Jelang Pilkada Permintaan Beras akan Meningkat

Eliza menjelaskan bahwa beras ini biasanya digunakan oleh calon kepala daerah untuk kunjungan ke pemilih dan kegiatan kampanye.

Selasa, 03 September 2024 | 20:33 WIB - Ekonomi
Penulis: Issatul Haniah . Editor: Fauzi

KUASAKATACOM, Jakarat – Peneliti dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, mengungkapkan bahwa pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak akan mempengaruhi kebutuhan beras dalam negeri. Menurutnya, menjelang Pilkada, permintaan beras cenderung meningkat karena kandidat membeli beras untuk dibagikan kepada pemilih.

Eliza menjelaskan bahwa beras ini biasanya digunakan oleh calon kepala daerah untuk kunjungan ke pemilih dan kegiatan kampanye. Fenomena ini mengacu pada pengalaman dari pemilihan umum sebelumnya. Saat pemilihan presiden lalu, permintaan beras melonjak, menyebabkan harga beras naik dan inflasi meningkat. Tingginya salah satu indikator kepuasan masyarakat terhadap pemerintah karena bantuan sosial menunjukkan bahwa sembako, termasuk beras, masih efektif dalam meraih suara. "Artinya, bantuan seperti sembako ini masih berpotensi mendulang suara," kata Eliza pada Selasa, 3 September 2024.

BERITA TERKAIT:
Mbak Ita Minta Anggota Dharma Wanita Persatuan Jaga Netralitas Jelang Pilkada
Diskominfo dan Bawaslu Jateng Sepakat Awasi Konten Negatif Pilkada 2024
Rakor Desk, Pj Bupati Jepara Ajak Semua Pihak Jaga Kelancaran dan Kondusifitas Pilkada
Divpropam Polri Turun Langsung Awasi Netralitas di Polda Jateng
KPU Demak Terima Kotak Suara Pilkada, Kurang 319 Buah 

Sebelumnya, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, menyebutkan bahwa pemerintah telah menyetujui Bulog untuk mengimpor 3,6 juta ton beras tahun ini. Hingga Juli 2024, impor beras telah mencapai 2,4 juta ton, menyisakan 1,2 juta ton kuota yang belum terealisasi. Kuota impor beras sebesar 1,2 juta ton tersebut harus terpenuhi sebelum Desember 2024. Saat ini, Bulog sedang menyelesaikan kontrak impor beras sekitar 300.000 ton, sehingga masih ada 900.000 ton yang belum terkontrak dari target total 3,6 juta ton.

Eliza mengkritik kebijakan pemerintah yang menganggap impor beras sebagai solusi jangka pendek untuk memenuhi permintaan dalam negeri. "Selagi kebijakan pemerintah masih populis dan bersifat jangka pendek, persoalan impor ini akan semakin parah dan ketergantungan kita akan meningkat," ujar Eliza.

Dia menjelaskan bahwa sebenarnya terdapat banyak inovasi padi dengan produktivitas tinggi di dalam negeri, seperti varietas padi lokal dari Indramayu, Jawa Barat, yang dapat mencapai 8-10 ton per hektare. Saat ini, rata-rata produktivitas varietas padi hanya 5-6 ton per hektare.

Eliza juga menyebutkan bahwa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan sektor swasta sedang mengembangkan benih padi yang produktivitasnya bisa mencapai 12 ton per hektare. Meskipun banyak inovasi telah dilakukan di daerah, perguruan tinggi, dan pusat riset, hasilnya belum banyak dirasakan oleh petani yang masih menggunakan varietas lama dengan produktivitas rendah.

Dia menyarankan agar pemerintah membangun ekosistem inovasi yang mengkolaborasikan sektor swasta, perguruan tinggi, dan petani. Menurut Eliza, perguruan tinggi sering menghadapi kendala dalam inovasi sehingga hanya menghasilkan prototipe. Hal ini perlu diperbaiki.

"Pertanian kita sangat membutuhkan inovasi agar dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim dan memenuhi kebutuhan penduduk yang terus meningkat," pungkasnya.

***

tags: #pilkada #beras #kampanye

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI