Keluarga Minta Kaprodi PPDS Undip Tanggung Jawab Kematian Aulia Risma: Sistem Pendidikan Bobrok

"Ini merupakan tanggung jawab Kementerian Pendidikan, yang memiliki program yang tidak jelas dan menyebabkan korban seperti ini,"

Selasa, 10 September 2024 | 12:58 WIB - Ragam
Penulis: Issatul Haniah . Editor: Fauzi

KUASAKATACOM, Semarang – Keluarga mendiang dr. Aulia Risma Lestari meminta Kepala Program Studi (Kaprodi) Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) bertanggung jawab atas kematian korban. Selain itu, mereka juga menuntut pertanggungjawaban Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait buruknya sistem PPDS di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Misyal Ahmad, pengacara keluarga dr. Aulia Risma, menilai bahwa sistem Kemendikbudristek dalam hal ini sangat bobrok.

Menurut Misyal, kebobrokan sistem PPDS tersebut mengakar dari budaya perundungan atau bullying antara senior dan junior. Ia menegaskan bahwa meskipun ilmu kesehatan di Indonesia sudah cukup baik dan alat-alat medisnya canggih, sistem pendidikan dokter spesialis masih sangat buruk.

BERITA TERKAIT:
Kasus Mahasiswi PPDS Undip Bunuh Diri, Polda Jateng akan Tetapkan Tersangka
Menkes Respon Bullying di PPDS FK Unsrat
Seperti UNDIP, Kemenkes Bekukan PPDS Penyakit Dalam Unsrat
Polda Jateng Periksa Lima Senior Dokter Aulia Risma
Menkes akan Batasi Jam Kerja Mahasiswa PPDS untuk Antisipasi Perundungan

"Ini merupakan tanggung jawab Kementerian Pendidikan, yang memiliki program yang tidak jelas dan menyebabkan korban seperti ini," ujarnya di Polda Jateng baru-baru ini.

Temuan investigasi menunjukkan bahwa dalam pendidikan dokter spesialis, mahasiswa senior sering mengajar junior tanpa adanya prosedur operasional standar (SOP) yang jelas dalam kegiatan belajar mengajar di PPDS.

"Sekarang kaprodi harus bertanggung jawab. Dia tidak bisa mengaku tidak tahu. Yang mengajar adalah senior, bukan dokter spesialis. Dokter spesialis mengajar yang di atas, sementara yang di atas mengajar yang bawah, dan SOP programnya tidak jelas," jelasnya.

Misyal menegaskan bahwa masalah ini bukan ranah Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tetapi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbudristek) yang harus bertanggung jawab atas buruknya sistem PPDS di Indonesia. "Jika cara pelatihan dan pengajaran dokter seperti preman seperti ini, bagaimana kita bisa mendapatkan dokter-dokter yang memiliki empati kepada pasien, berkomunikasi dengan baik, dan tidak emosional?" ujarnya.

Dia juga menganggap bahwa kasus bullying ini adalah fenomena gunung es yang tidak hanya terjadi di Undip Semarang. Banyak kasus bullying yang tidak dilaporkan karena korban takut.

"Banyak yang terjadi di tempat lain, namun mungkin mereka tidak berani melapor. Kami mencari cara agar mereka berani mengungkapkan masalah ini," tambah Misyal. Dia juga menekankan bahwa buruknya sistem pendidikan dokter spesialis mengakibatkan sulitnya masyarakat menemukan dokter yang empatik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa seringkali dokter bersikap kurang baik saat menangani pasien. "Jika pelatihan dokter dilakukan dengan kekerasan seperti ini, menghancurkan mental, dan menyebabkan depresi, bagaimana kita bisa memiliki dokter-dokter yang baik? Di militer pun tidak seperti itu," pungkasnya.

***

tags: #ppds #undip #aulia risma lestari #bullying #perundungan

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI