Ketahanan Energi di Indonesia Mengkhawatirkan, harus Waspada

Ia menjelaskan, ada tiga faktor yang menyebabkan hujan turun setelah cuaca panas berlangsung.

Selasa, 10 September 2024 | 22:48 WIB - Ragam
Penulis: Issatul Haniah . Editor: Fauzi

KUASAKATACOM, Jakarta – Indonesia perlu lebih waspada terkait ketahanan energi nasional. Saat ini, ketahanan energi di dalam negeri dinilai sangat rentan. Pasokan minyak dan gas, misalnya, sebagian besar masih bergantung pada impor, padahal kedua komponen ini sangat penting.

“Secara keseluruhan, ketahanan energi kita sudah berada di ambang batas kritis. Bukan sekadar berada pada tingkat kewaspadaan, melainkan mendekati titik merah,” kata Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, dalam acara diskusi bertema *Energizing Tomorrow: Menjawab Tantangan Transformasi Energi Menuju Net Zero Emission* di Jakarta pada Selasa (10/9).

BERITA TERKAIT:
Ketahanan Energi di Indonesia Mengkhawatirkan, harus Waspada

Komaidi memberi contoh dari dua dekade lalu ketika LPG pertama kali diperkenalkan ke publik. Pada waktu itu, konsumsi LPG masih di bawah 1 juta metrik ton per tahun, sementara kapasitas produksi gas dalam negeri mencapai 1,8 juta metrik ton.

Namun, seiring waktu, konsumsi LPG meningkat secara signifikan, bahkan mencapai lebih dari 10 juta metrik ton per tahun. Sayangnya, peningkatan konsumsi ini tidak diimbangi dengan pertumbuhan kapasitas produksi.

“Saat ini, sekitar 75-80% pasokan LPG kita berasal dari impor, dengan 45% dari Amerika Serikat dan 55% dari Timur Tengah,” jelas Komaidi.

Selain itu, kerentanan energi juga terjadi pada sektor minyak. Indonesia saat ini mengimpor 1,2 juta barel minyak mentah dan produk per hari untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sementara produksi domestik hanya 600 ribu barel per hari. Konsumsi minyak harian di Indonesia mencapai 1,6 juta barel.

Menurut Komaidi, gangguan dalam distribusi minyak bisa menyebabkan kelangkaan. “100% impor kita melalui Singapura. Saya sering mengatakan kepada rekan-rekan di BIN dan militer, jika ada situasi konflik, misalnya Malaysia ingin menginvasi Indonesia, mereka tidak perlu mengirimkan pesawat ke Indonesia. Cukup duduk di Singapura selama 30 hari, Indonesia bisa kehabisan energi,” jelasnya.

“Cadangan operasional minyak kita hanya bertahan 25 hari. Stok tersebut adalah milik Pertamina dan belum dijual, bukan cadangan negara. Jadi, dalam 30 hari ke depan, Indonesia bisa menghadapi krisis energi,” tambahnya.

Komaidi juga menjelaskan bahwa kekurangan energi dapat menyebabkan gangguan besar dalam aspek sosial dan ekonomi, karena berbagai aktivitas dan mobilitas sangat bergantung pada energi, terutama minyak yang masih menjadi sumber utama.

***

tags: #ketahanan energi #lpg

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI