Harga Beras Mahal, Ternyata Rata-rata Pendapatan Petani Cuma Rp5 Juta per Tahun 

"Petani Indonesia belum sejahtera karena biaya produksi beras di Indonesia semakin mahal, disebabkan oleh kenaikan input produksi setiap tahunnya,"

Senin, 23 September 2024 | 11:34 WIB - Ekonomi
Penulis: Issatul Haniah . Editor: Kuaka

KUASAKATACOM, Jakarta - petani di Indonesia saat ini dinilai belum mencapai kesejahteraan, dengan pendapatan rata-rata hanya USD 1 per hari atau USD 341 per tahun, menurut Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Jika dikonversikan ke rupiah, pendapatan ini setara dengan Rp 5,16 juta per tahun (dengan kurs Rp 15.160 per dolar AS). 

Jumlah tersebut jauh di bawah rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) di Indonesia pada tahun 2024, yang mencapai Rp 37,36 juta per tahun atau Rp 3,11 juta per bulan. Kondisi rendahnya pendapatan petani bahkan menjadi sorotan Bank Dunia.

BERITA TERKAIT:
SUV Listrik VinFast VF6 Akan Rambah Pasar RI, Harga Tembus Rp 444 Juta
Jelang Lebaran, Bupati Sragen Tinjau Harga dan Stok Barang di Pasar Bunder
Harga Komoditas Bahan Pokok di Klaten Stabil Jelang Idul Fitri 1446 Hijriah
Harga dan Stok Kepokmas di Purbalingga Stabil di Awal Ramadan
Selama Ramadan, KKP Pastikan Stok dan Harga Ikan di Pelabuhan Perikanan Stabil

Pengamat pertanian, Syaiful Bahari, membenarkan bahwa pendapatan petani di Indonesia saat ini memang masih kecil. Salah satu penyebab utamanya adalah tingginya biaya produksi padi. 

"petani Indonesia belum sejahtera karena biaya produksi beras di Indonesia semakin mahal, disebabkan oleh kenaikan input produksi setiap tahunnya," ujar Syaiful, Minggu (22/9).

Meskipun harga gabah di tingkat petani saat ini sedang naik, Syaiful menjelaskan bahwa tingginya biaya produksi tidak secara otomatis meningkatkan pendapatan petani. Bahkan, banyak petani yang sering mengalami kerugian.

Menurut data BPS, harga gabah di tingkat petani pada Agustus 2024 mengalami kenaikan. Gabah Kering Giling (GKG) naik 2,04 persen menjadi Rp 6.723 per kg, sedangkan Gabah Kering Panen (GKP) naik 1,58 persen menjadi Rp 6.230 per kg.

Kenaikan harga gabah ini juga diikuti oleh kenaikan harga beras, dengan harga beras di Indonesia 20 persen lebih tinggi dibandingkan harga beras di pasar global.

Pada Indonesia International Rice Conference (IIRC), Perwakilan Bank Dunia Carolyn Turk menyatakan bahwa harga beras di Indonesia lebih mahal 20 persen dibanding harga di pasar global. 

Bahkan saat ini harga beras dalam negeri konsisten tertinggi di kawasan ASEAN.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste ini juga menilai tingginya harga beras ini terjadi karena beberapa hal, seperti kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor dan kenaikan biaya produksi hingga pengetatan tata niaga melalui non tarif.

"Kebijakan yang mendistorsi harga ini menaikkan harga produk dan mengurangi daya saing pertanian,” ucap Carolyn dalam Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali, Jumat (20/9/2024).

Sementara itu  Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyambut baik kenaikan harga beras di Indonesia karena dianggap memberikan dampak positif bagi petani.

Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas, Rachmi Widiriani, usai acara Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024 di Bali International Convention Centre, Nusa Dua, Badung, pada Kamis (19/9/2024), menyatakan bahwa harga beras dalam negeri saat ini memang tinggi, seiring dengan tingginya biaya produksi.

Menurut Rachmi, kondisi ini memungkinkan petani memperoleh keuntungan, karena harga gabah mereka dibeli di atas harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Dia juga menambahkan bahwa Nilai Tukar petani (NTP), khususnya untuk tanaman pangan, berada dalam kondisi yang baik. Saat ini, NTP mencatat angka tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

“Kami melihat bahwa NTP petani, terutama di sektor tanaman pangan, saat ini berada pada posisi yang baik,” ujarnya.

***

tags: #harga #beras #petani #bps

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI