Kepedihanku dan kelegaanku bercampur jadi satu | Gimage

Kepedihanku dan kelegaanku bercampur jadi satu | Gimage

Kau yang Mulai, Kau yang Harus Hentikan Dosa Ini...

Untuk pertama kali, aku yang ambil kendali. Aku yang memesrainya sambil menangis. Karena setelah malam itu, aku harus kehilangan dia...

Rabu, 19 April 2023 | 10:21 WIB - Curahati
Penulis: @elbaralazuardi . Editor: Kuaka

KEHIDUPANKU berjalan normal. Aku hanya keluar rumah kalau sekolah dan les bahasa Inggris. Karena itu, kalau pun ada temen mengajak keluar, aku lebih memilih di rumah. Akibatnya, rumahku kadang menjadi sarang pelarian temen-temen sehabis dari sekolah.

"Karena Lina tidak mau diajak jalan, ya kita main aja di rumahnya," begitulah alasan yang acap temen-temen berikan.

BERITA TERKAIT:
Kau yang Mulai, Kau yang Harus Hentikan Dosa Ini...
Suaminya Ternyata Perempuan, Nur Aini Dicap Lesbian Sampai Alami Trauma 
Lakukan Malpraktek Pada Ayahnya yang Sakit Stroke, Ibu Nur Aini Juga Dimintai Rp67 Juta oleh Ahnaf Arrafif
Agar Tak Ketahuan, Ahnaf Arrafif Juga Tutup Mata Nur Aini dengan Kain Ketika Berhubungan Badan 
Mulai Curiga Menantunya Lelaki Jadi-jadian, Ibunda Nur Aini dan Polisi Minta Ahnaf Arrafif Telanjang 

 Kisahku ini bukan tentang temen-temenku, tapi temen Mbakku.

Mungkin karena seringnya temen-temen sekolahku main, maka Mbakku pun tak rikuh juga membawa temen-temennya. Memang rumah kami tak terlalu besar. Kamar pun hanya 5. Tapi, ada halaman cukup luas di belakang, yang menjadi teras belakang, sangat nyaman untuk ngobrol.

Kadang kalau malam minggu, ada satu-dua temenku yang menginap. Dan keluarga tak ada yang keberatan. Mereka bahkan cukup akrab dengan Papa dan Mama, mau bercanda-canda di ruang keluarga, atau saat bermain di teras belakang.

 Nah, dari sekian temen Mbakku, ada seorang yang paling sering menginap. Namanya Dana. Orangnya modis, manis. Rambutnya pendek, dan suka sekali berkemeja. Dia sering menginap terutama jika orang tuanya pergi ke Yogya, melihat adiknya yang mondok di sana.

Karena sudah sering, maka dia pun sudah kami anggap seperti keluarga sendiri. Tak ada lagi rumah yang tak dia sentuh, kecuali kamar Papa-Mama. Selebihnya, mau makan atau minum, dia sudah ngambil sendiri.

Anaknya pun baik, suka membantu. Dan yang utama, dia sangat melindungi. Mungkin karena itulah Mbakku sangat dekat dengan dia.

Kedekatan Mbakku dengan Dana pun akhirnya merembes ke aku. Karena di kamarku ada komputer meja, kami bertiga pun terbiasa menonton film di situ. Alasan Dana tidak menonton di notebook karena layarnya yang lebih kecil.

Kakak sendiri bukan penggemar film, sehingga walaupun dia ikut nonton, dia sering tak seramai kami berkomentar. Ihwal film yang satu selera inilah yang kemudian membuat aku dan Dana jadi kian dekat.

Dia baik dan penyayang. Bahkan, setelah nyaris setengah tahun lebih, aku jadi merasa punya kakak dua. Menyenangkan sekali.

Aku memang belum punya pacar. Tepatnya belum tertarik. Meski beberapa teman, dari gelagatnya, kutahu menaruh hati padaku. Maksudku, sedari awal aku berniat akan pacaran kalau sudah kuliah, seperti Mbakku. Kalau SMA pacaran, lalu berpisah karena tak satu kampus saat kuliah, akan menyakitkan sekali, kan?

Sedangkan Mbak Dana juga tak punya pacar. Kata Mbakku, dia pemilih.

"Ada yang naksir, ganteng, eh dia cuekin aja. Kali nyari yang tajir dan ganteng..."

Kami bergelak.

Kedekatan itu juga yang membuat Mbak Dana kalau menginap tak lagi di kamar Mbakku. Kadang, sehabis nonton film di kamarku, dia langsung saja membaringkan dirinya di kasur bawah, dan terlelap. Aku yang tak tega yang akhirnya memaksa dia naik ke ranjangku. Bagaimanapun kasur bawah itu tipis, sehingga dingin lantai kadang terasa juga ke kulit.

Dan karena seringnya tidur di ranjangku inilah suatu peristiwa terjadi.

Awal Dosa itu
Aku tak ingat lagi kapan persisnya. Mungkin setengah tahun yang lalu.

Malam itu kami nonton, dan lalu tidur bersama. Dan sudah hal yang biasa, kalau tidur Mbak Dana memelukku.

Tapi, di tengah tidur, aku merasakan dia tak lagi memeluk. Berkali-kali kurasakan tangannya bergeser, seperti merabai tubuhku.

Awalnya kudiamkan, mungkin dia tak sengaja. Namun, kelamaan aku tahu, sentuhan itu dia sengaja, karena rabaan itu seperti upaya untuk merangsangku.

Aku berkali-kali menepiskan tangannya, tapi berkali juga dia seperti tak mengerti, dan meneruskan aksinya. Karena penasaran, kubiarkan saja dia beraksi. Aku juga ingin tahu, apa sih yang akan dia lakukan padaku.

Keingintahuanku inilah yang menjadi "bencana".

 

Sentuhan Mbak Dana pada pahaku yang terus berlanjut ke atas, ternyata membuatku melayang. Dan akhirnya, aku pun tak kuasa membendung semua itu. Seperti mimpi saja ketika dia menuntunku untuk melakukan hal itu. Dan aku terhisap, bukan oleh hisapannya, tapi pesona kemesraannya.

Setelah kejadian itu, berikutnya terjadi seperti ulangan saja. Aku seperti kasmaran. Tiada saat yang tidak kami lewatkan dengan kemesraan. Dari Mbak Dana aku tahu, dia merasa kesepian saja, dan berujicoba denganku.

Jadi, ini pengalaman pertama dia juga. Dan kami merasa nyaman karena tak ada tindakan kami yang kasar. Kami hanya bermesraan, itu saja.

Jadilah, selama tiga bulan kemudian, tak ada yang tidak kami jelajahi. Aku berpetualang. Apakah aku lesbian? Jangan tanya, karena aku pun tak memikirkannya. Aku merasa tetap normal, masih suka dan merasa senang melihat lelaki tampan. Normal kan?


Aku Jadi lesbian?
Tapi ketidaknormalan itu datang juga. Dua bulan lalu, Mbak Dana tak pernah lagi datang ke rumahku. Kalaupun datang, dia tak menginap, sehingga tak ada waktu bagi kami untuk bermesraan.

Dia memang tak berubah, masih sering ketawa dan memelukku. Tapi tak lebih dari itu. Padahal, aku haus, aku ingin lebih. Kalau kutelepon, dia mengaku sibuk, dan tidak enak terlalu sering ke rumahku.

Karena tak juga datang, suatu hati aku tak sabar, dan ke rumahnya. Rumahnya sepi. Pembantunya mengatakan Mbak Dana di kamar. Aku yang sudah terbiasa juga ke rumahnya, segera masuk. Kudengar ada suara lelaki di dalam kamarnya. Dadaku panas. Ketika kudorongkan daun pintu, kulihat Mbak Dana sedang berpelukan dengan seorang lelaki. Begitu mesra.

Mereka tampak kaget, dan melepaskan pelukannya. Aku sendiri hanya bisa terdiam, dan keluar, berlari. Dadaku sakit, sesak.

Sambil pulang, aku menangis.

Sorenya Dana datang. Dia menjelaskan padaku, tak ingin hubungan kami jadi berlebihan. Dia merasa aku dan dia normal. Hanya iseng saja yang membuat kami berdua bermesraan.

Tapi aku terlanjur menyukainya, terlanjur senang dan sayang padanya. Apa aku salah?

Bukankah dia yang memulai semuanya?

Dengan mengiba, aku minta dia menginap. Ini malam terakhir, kataku. Mbak Dana pun mengalah. Dan malam itu aku yang kesetanan memesrainya. Untuk pertama kali, aku yang ambil kendali. Aku yang memesrainya sambil menangis. Karena setelah malam itu, aku harus kehilangan dia...

Dana pun tampaknya sedih, atau merasa bersalah. Berkali-kali dia minta maaf, telah membuat aku begitu. Dan ketika dia pergi pagi itu, telah kutorehkan semua kenanganku di tubuhnya. Telah aku bakar tubuhnya dengan asmaraku.

Untuk terakhir kali.

Kini, 2 bulan sudah aku tak jumpa lagi dengan Dana. Aku sedih. Kalau kutanya pada Mbakku, dia hanya tertawa.

"Biasalah Lina, namanya juga baru punya pacar, lagi doyan berduaan terus. Ntar juga kemari lagi..."

Penjelasan yang membuat dadaku selalu sesak. Aku selalu menangis jika di kamar ini, jika menonton lagi film-film kami, melihat bonekanya yang masih berada di kamarku.

Kenapa ini semua berakhir, kenapa? Kenapa dia harus datang dan mengenalkanku dengan kegilaan itu?

Kenapa dia yang memulai dan mengakhiri juga, setelah aku menjadi begini.

Apakah benar aku telah tak normal? Apakah benar Dana telah menumbuhkan jiwa gelap di dalam diriku.

Kenapa, kenapa, kenapa?

(Kisah Lina, yang menuturkan dengan sendu di Kafe Waru, Semarang)

***

tags: #lesbian #curahati #kata baik #insani #narasi

Email: redaksi@kuasakata.com

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI