Tak Ingin Repotkan Keluarga, Tarmi Pilih Jadi Pemulung dan Hidup Sebatang Kara

Tarmi sangat bersyuykur menjalani pekerjaannya sebagai pemulung daripada merepotkan saudarnya sendiri dan meminta-minta kepada orang lain.

Senin, 29 Januari 2024 | 21:54 WIB - Nestapa
Penulis: - . Editor: Fauzi

Menerima kenyataan bekerja sebagai pemulung terkadang tidak bisa dihindari oleh sebagian orang, salah satunya Tarmi (30), Warga Sekaran, Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah. Perempuan kelahiran 16 Maret ini memilih memulung lantaran ingin hidup sendiri dan tidak ingin merepotkan saudara kandungnya.

Sebelum menggeluti pekerjaannya sekarang, anak ke-6 dari 10 bersaudara ini pernah bekerja sebagai baby sitter di rumah adilknya, keponakan, hingga cucunya sendiri.

BERITA TERKAIT:
Tak Ingin Repotkan Keluarga, Tarmi Pilih Jadi Pemulung dan Hidup Sebatang Kara

Adapun barang bekas yang dia kumpulkan bermacam-macam mulai dari, botol, kardus, dan triplek. Selanjutnya, barang bekas tersebut diambil oleh pengepul dari daerah sekitar Masjid Agung Jawa Tengah. Namun sebelum dijual, ia harus memilah dan membersihak barang bekas tersebut.

Dalam sehari penghasilan yang dapat diperolehnya sedikitnya berjumlah Rp 4000 dan paling banyak Rp 30.000 dan cukup untuk menghidupi dirinya seorang diri.

Area yang biasanya ia kelilingi untuk mengambil bekas, yaitu mulai dari pukul 09:00-15:00 dan dari daerah Genuk Karanglo, Tegal Sari, baru turun ke daerah Pleburan dan sekitarnya.

Perempuan yang tidak menikah dan memiliki anak ini mengungkapkan, alasanya menjadi seorang pemulung karena senang hidup sendiri daripada ikut orang lain.

“Itu kan gini, kalau di rumah disuruh ngurus anak orang ada yang geger, ribut, atau apalah. Saya lebih senang sendiri, akhirnya saya ke Semarang dan dapat pekerjaan ini. Di rumah saya juga sendiri,” ungkapnya saat ditemui tim KUASAKATACOM pada Senin (29/1/2024) pagi.

“Daripada aku jadi rumah tangga tidak enak, lebih enak mulung, cita-cita sayakan dari dulu begitu. Saya itu dari dulu tidak suka ngerepoti saudara, orang lain di rumah itu tidak pernah, malahan di rumah saya di ganggu oleh saudara-saudara” tambahnya.

 

Selama menjadi pemulung, ia tidak pernah asal mengambil barang milik orang lain, seperti besi yang tergeletak kalau tidak mendapatkan izin. Sebab temannya seprofesi, pernah suatu ketika mengambil barang dan ketathuan oleh sang pemilik, kemudian diminta untuk mengembalikan.

Selanjunya, Tarmi menceritakan suka dan dukanya menjadi seorang pemulung. Sukanya yaitu daripada hidup merepotkan orang lain lebih baik memulung. Dukanya yaitu rekan kerjanya sesama pemulung pernah meminjam uang kepada dirinya, namun saat ditagih orang tersebut marah kepada dirinya, meskipun nominalnya tidak besar namun itu berharga bagi dirinya.

Selain itu, ia menceritakan rekannya yang pernah diusir saat memulung di area jalan Singosari.

“Temen saya itu, sudah pernah diusir di area mobil itu, ‘jangan ambil disitu.’ Ujarnya.

Kemudian grobak yang ia pakai untuk memulung setiap hari itu dibuatnya sendiri selama empat hari dengan biaya sebesar Rp 400.000, berbeda jika memesan dan dibuatkan orang lain harganya jauh lebih mahal sekitar Rp 500.000.

Sebagai tambahan cerita, Tarmi pernah menyembuhkan orang yang terkena penyakit stroke dengan sentuhan tangannya.

“Kemarin  orang situ tidak bisa bicara sekarang bisa bicara, itu orangnya tinggal di warung pojok, itukan ada orang tua tidak bisa bicara karena stroke dan tidak bisa jalan, lalu saya pijat di bagian pundaknya, terus bisa bicara, namun belum bisa jalan” tuturnya.

“’Ya allhamdulilah, saya hanya memegang pundaknya, bukan mengobati,” tambahnya.

Tarmi sangat bersyuykur menjalani pekerjaannya sebagai pemulung daripada merepotkan saudarnya sendiri dan meminta-minta kepada orang lain (mengemis).

*Ditulis oleh wartawan magang KUASAKATACOM: Rahardian Haikal Rakhman

***

tags: #tarmi #pemulung #sebatang kara

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI