Kisah Persahabatan Muhammad Dan Samir, Difabel Beda Agama dari Damaskus
Begitu juga dalam perspektif Islam, Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya, "Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya".
Senin, 14 Juli 2025 | 10:10 WIB - Kisah
Penulis:
. Editor: Rahardian
Nampak sebuah foto hitam putih tersimpan rapi dan diambil sekitar tahun 1889. Dibalik foto tersebut, terdapat kisah menarik yang memiliki arti kebersamaan meskipun penuh perbedaan. Terlihat seorang yang berdiri dengan mata terpejam, menggendong seseorang dipunggungnya. Foto ini mengisahkan tentang dua orang bernama Muhammad dan Samir.
Muhammad dan Samir tinggal di Damaskus, Suriah. Mereka merupakan dua sahabat yang senantiasa bersama dalam kehidupan sehari-harinya. Muhammad merupakan seorang yang buta, pada foto dengan mata terpejam sambil membawa tongkat. Ia berdiri sembari menggendong Samir yang tidak dapat berjalan dengan kedua kakinya, Samir nampak mengalami lumpuh dan mengidap dwarfisme.
BERITA TERKAIT:
Kisah Persahabatan Muhammad Dan Samir, Difabel Beda Agama dari Damaskus
Paus Fransiskus Wafat, Menag: Selamat Jalan Sahabat Kemanusiaan!
Harmoni Budaya Indonesia-Rusia dalam Konser Persahabatan 75 Tahun
Persahabatan Tulus, Kisah Kucing Buta yang Selalu Dijaga Sahabatnya
Portugal Vs Slovenia: Ronaldo dkk Kalah 0-2
Dwarfisme sendiri merupakan kondisi medis yang menyebabkan seseorang memiliki tinggi badan di bawah rata-rata pada usia dewasa, biasanya kurang dari 147 cm (4 kaki 10 inci).
Dalam kisah ini, Muhammad menjadikan kakinya sebagai alat gerak supaya Samir dapat berjalan dan menjelajah. Sedangkan, Samir menjadikan matanya untuk Muhammad supaya bisa melihat dunia. Disebutkan dalam tulisan Matt Williams yang berjudul "127-Year-Old Photo Shows What Peace Can Look Like in Syria" pada tahun 2016, menjelaskan bahwa mereka berdua yatim piatu.
"Mereka tak memiliki keluarga dan kekasih, membuatnya selalu bersama, dan sepenuhnya bergantung satu sama lain" tulisnya. Menariknya, mereka berdua adalah seorang yang agamis, namun memiliki keyakinan yang berbeda. "Samir memeluk agama Nasrani, sedangkan Muhammad memeluk agama Islam," tambahnya.
Mereka tinggal di dalam satu kamar yang sama, Keduanya juga bekerja di sebuah kedai kopi. Mereka saling menopang dan menjalani kehidupan bersama, meski secara prinsip dan kepercayaan, mereka berpegang teguh dengan kepercayaan mereka masing-masing.
"Perbedaan ini sangat terlihat karena ketaatan mereka pada agamanya masing-masing, tetapi itu tidak menghalangi Samir dan Muhammad untuk menjadi sahabat setia dan selalu bekerja sama," tulis Williams.
Mereka menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih besar, yaitu untuk mendapatkan satu tujuan yang sama, mencapai kehidupan sebagaimana orang lain dengan saling melengkapi satu sama lain.
"Uniknya persahabatan mereka, berada ditengah gejolak saling singgungnya antar umat beragama di Syria (Suriah)" tambahnya.
Waktu itu (abad ke-19), di negara-negara Arab sedang banyak terjadi resistensi bahkan konfrontasi berlatar belakang ras, etnik, budaya, hingga keagamaan. Antara lain, Kristen dan Islam yang sedang berseteru, Arab dan Kurdi yang sedang terlibat konflik, Syiah dan Sunni yang tercerai berai, hingga Israel dan Palestina yang saling berperang. Berbagai konflik di tanah Arab saat itu, tak sedikitpun memengaruhi persahabatan mereka. Sampai pada akhirnya, mereka harus berpisah.
"Muhammad memanggil Samir, namun tak ada sahutan darinya" tulis Williams. Muhammad mengetahui, saat itu sahabatnya telah lebih dulu meninggalkannya. Mereka dikaruniai umur yang panjang, sebegitu lamanya mereka saling menopang, bekerja sama satu sama lain.
Lebih dari kehilangan matanya, Muhammad telah kehilangan seseorang yang paling ia kasihi dihidupnya. Samir telah menjadi setengah hidupnya. Selepas kejadian itu, Muhammad murung, ia menangis selama seminggu dikamarnya, tak ingin meninggalkan Samir dalam kesendirian.
Seminggu usai kematian Samir, kesedihan yang teramat, merenggut jiwanya. Muhammad wafat disamping jasad Samir. Muhammad dan Samir merupakan kisah persahabatan yang kekal, sehidup semati. Saling mengasihi dan memberi kedamaian, merupakan hal yang mereka jalani setiap hari.
"Jika kita tidak memiliki kedamaian, itu karena kita lupa bahwa kita adalah milik satu sama lain", salah satu kata mutiara dari Bunda Teresa.
Begitu juga dalam perspektif Islam, Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya, "Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya".
Mari kita belajar dari kisah Samir dan Muhammad dalam menciptakan harmoni dan kedamaian ditengah perbedaan. Lebih jauh lagi, mereka telah mengenalkan kepada kita tentang rasa saling menyayangi dan saling melengkapi satu sama lain.
***tags: #persahabatan #muhammad dan samir
Email: [email protected]
KOMENTAR
BACA JUGA
TERKINI
Kemenkum Jateng Ikuti ToT Regulatory Impact Assessment
11 November 2025
Seorang Pria di Wonosobo Ditemukan Meninggal Gantung Diri di Rumah Kos
11 November 2025
BNN Tangkap 1.259 Orang dalam Operasi di 53 Titik Indonesia
11 November 2025
Kemenag Tegaskan Misi Dakwah Ekoteologi dan Kurikulum Cinta
11 November 2025
10 Napi Lapas Semarang Ikuti Pelatihan Barista
11 November 2025
Gelar Character Building, Tim PkM USM Ajak 43 Remaja di Lamper Lor Semarang Peduli Lingkungan
11 November 2025
Polisi Kembali Ringkus Pelaku Penembakan Hansip di Jaktim
11 November 2025
Kabag SDM Polrestabes Semarang Inisiasi Pelatihan “Bhabinkamtibmas Tangguh Pangan”
11 November 2025
Papua Pegunungan Pertahankan Gelar Juara Piala Pertiwi
11 November 2025
Pelaku Curanmor Babak Belur Dihajar Massa sebelum Diserahkan ke Polsek Tamansari
11 November 2025

