GIRL IN MOSQUE | GETTYIMAGE

GIRL IN MOSQUE | GETTYIMAGE

Untuk Gadis Kecil di Pinggir Jalan: Percayalah, Malam Selalu Mampu Memeluk Kesedihan

Oleh Ria Soraya*

Aku yakin cinta tak hanya hadir untuk hati yang berbahagia. Sekali waktu, cinta bisa hadir untuk menyembuhkan setiap luka. Kamu hanya perlu untuk percaya.

Selasa, 28 April 2020 | 14:43 WIB - Surat
Penulis: Ria Soraya . Editor: Kuaka

MALAM HAMPIR  larut saat mataku tak sengaja menangkap sosokmu. Sosok anak kecil di pinggir jalan depan masjid besar. Kamu dan seorang anak perempuan lainnya tampak duduk dengan masing-masing karung di sebelah kalian. Kutebak isinya adalah plastik bekas air mineral. Kutebak lagi, mungkin kalian sudah mengumpulkannya sedari pagi. Sekilas kuperhatikan jarak usiamu dan anak itu tak terlalu jauh. Mungkin hanya berkisar dua atau tiga tahun. Apakah kalian kakak beradik? Di mana kedua orangtuamu? Dengan siapa kalian tinggal? Berapa jauh jarak yang akan ditempuh untuk perjalanan pulang? Pertanyaan-pertanyaan itu ramai sekali di kepalaku.

Aku masih memperhatikan saat kendaraanku melintas melewatimu. Kamu tiba-tiba menelungkupkan tangan sembari menundukkan kepala. Sementara anak perempuan di sebelahmu, menepuk bahu--berusaha membuatmu tetap sadar. Tak baik, mungkin, jika kamu nanti ketiduran di situ. Pinggir jalan yang meski sudah hampir tengah malam, tapi masih riuh oleh lalu lalang kendaraan dan debu yang berterbangan, bukan tempat yang nyaman untuk menutup mata. Tiba-tiba hatiku merasa sakit. Seperti ada yang menusukkan sesuatu di salah satu bagiannya. Aku meneruskan perjalanan dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum juga menemukan jawaban.

BERITA TERKAIT:
Untuk Kamu yang Dikirimkan Hujan
Kapan Kali Terakhir Kau Menangis?
Menunggu, Siksa Musa di Puncak Tursina
Kau yang Mulai, Kau yang Harus Hentikan Dosa Ini...
Kita, Semuram Kemarau Sesegar Hujan

Saat aku telah selesai, aku kembali melewati jalan tadi. Kamu masih di situ. Entah menunggu apa. Entah berharap akan kedatangan siapa. Sementara malam kian tinggi. Dan angin dingin semakin kuat menusuk-nusuk. Aku berhenti tak jauh dari kalian dan ragu-ragu menghampiri. Aku tahu, beberapa dari kalian kadang tak ingin diberi sesuatu dengan cuma-cuma tanpa melakukan apa-apa. Beberapa dari kalian tak ingin dianggap sedang meminta-minta. Aku membungkuk dan menyapamu. Mata itu, khas mata seorang anak kecil. Mata yang di dalamnya, akan kau temukan ribuan mimpi. Dan harapan. Juga kepercayaan besar mengenai hidup yang tak selalu menyenangkan, tapi tetap akan baik-baik saja. Mata yang di dalamnya akan kau temukan dunia berbeda.

Aku jadi teringat anak-anakku yang sudah tertidur di rumah. Mereka tak bisa tidur terlalu larut. Kamu tahu, sejak pemerintah menerapkan sistem pembelajaran dari rumah, aku harus pintar-pintar mencari kegiatan untuk mengganti waktu yang biasanya mereka habiskan di sekolah selama berjam-jam. Oh ya, anakku ada dua. Perempuan. Kupikir usia kalian hampir sama. Akan sangat menyenangkan jika kalian dapat bermain bersama. Permainan-permainan khas anak kecil yang penuh tawa, yang meski kadang ada pertengkaran, tapi entah kenapa para anak kecil selalu menemukan cara untuk lekas bisa berbaikan.

 

Kalian—para anak kecil itu, tak pernah ragu meminta maaf dan mengakui kesalahan lalu kembali bermain seolah-olah masalah sebelumnya tak pernah ada. Berbeda sekali dari orang dewasa, bukan? Yang selalu menekankan benar dan salah seolah-olah hidup ini hanya sebatas permainan menang dan kalah. Dan kerap berlindung di balik prasangka-prasangka yang ternyata dibuat demi memuaskan diri sendiri.

Kamu tahu, aku tak pernah ingin membandingkan hidup kita. Hidupmu dan aku. Atau hidupmu dan hidup anak-anakku. Belakangan aku menyadari, tak ada kebahagiaan yang bisa diperhitungkan. Kita tak bisa melihat kebahagiaan dari satu satu sisi saja. Kita tak dapat menyebut apa yang membuat kita bahagia, juga memiliki pengaruh sama terhadap orang lain. Aku percaya manusia memang harus pandai bersyukur atas hal-hal kecil. Hujan, udara, dingin malam, hangat pagi, seharusnya semua itu juga bisa membawa kebahagiaan. Dan karenanya aku percaya jika kebahagiaan bukan sesuatu yang bisa dihitung-bandingkan.

Malam itu kita tidak berbicara banyak karena kalian memutuskan untuk pulang. Aku berdiri menatap punggung yang menjauh. Tak lama kamu membalik badan dan tersenyum. Diam-diam aku berharap semoga kita bisa bertemu lagi, suatu hari nanti. Aku bisa mendengar semua ceritamu. Kita bisa bercerita banyak hal dan kupikir itu akan sangat menyenangkan.

Teruslah tersenyum. Teruslah tersenyum seperti tadi. Meski malam sudah semakin tinggi dan mata terlalu lelah untuk terus terbuka. Aku yakin cinta tak hanya hadir untuk hati yang berbahagia. Sekali waktu, cinta bisa hadir untuk menyembuhkan setiap luka. Kamu hanya perlu untuk percaya.

Pulanglah. Pulang dan tidurlah. Karena malam selalu mampu memeluk kesedihan. Dan ribuan mimpi bisa lekas diterbangkan.


*Ria Soraya telah menerbitkan novel Bukan cinta Biasa, dan kumpulan cerpen Dunia di Dalam Mata. 

***

tags: #kata baik #surat cinta #bahagia #anak kecil #cinta

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI