Ayahku Selalu Mencintai Kami dalam Sepi
Wajah panik itu ternyata tak hilang meski aku sudah meyakinkan kalau baik-baik saja.
Sabtu, 12 November 2022 | 20:28 WIB - Kisah
Penulis:
. Editor: Wis
SEMAKIN menua, serasa hari semakin cepat berlalu. Rasanya baru semalam diri ini masih merengek minta dibelikan mainan oleh ayah, serasa baru minggu lalu diajak ayah melihat kapal sandar di Pelabuhan Tanjung Mas.
Dan kini aku, sepeninggal ayahku terus memupuk semua kenangan masa lalu itu di sudut sudut sepi rumahku. Yang aku pahami kenangan itu tak akan pernah kembali.
BERITA TERKAIT:
Seorang Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual Ayah Sambung
Dua Orang Tewas dalam Kebakaran Rumah Tiga Lantai di Surabaya
Tragis, Ayah di Jember Tewas Saat Selamatkan Anak dari Terjangan Ombak Pantai Paseban
Lelah 10 Tahun Tak Dinafkahi, Siswi Sidoarjo Laporkan Ayahnya ke Polisi
Ditinggal Kedua Orang Tua, Preli Jajakan Kue di Sekolah untuk Bertahan Hidup
ayah merupakan sosok yang tenang dalam bersikap di saat semuanya kalut saat menghadapi masalah, sosok yang meneduhkan disaat anaknya gundah, dan orang yang paling depan membela disaat anak-anaknya sedang tertimpa musibah.
Aku ingat saat itu, sebuah kecerobohan fatal pernah aku lakukan. Mungkin karena saat itu aku masih sangat muda, jadi tidak waspada. Mobil yang aku kemudikan menabrak orang hingga mengalami cidera cukup parah, dengan perasaan takut dan kalut aku membawa orang itu ke IGD.
Tak ada orang dewasa saat itu menenangkan perasaan bersalahku, perasaan gundahku hingga akhirnya ayahku datang dan menanyakan apa yang terjadi, yang kulihat ketika itu hanya teduh wajah ayahku tidak ada mimik marah ataupun gusar. Aku diajak ayah berbicara berdua, karena aku salah ya harus minta maaf dan bertanggung jawab apapun itu resikonya harus dihadapi.
Beruntungnya aku, masalah itu bisa dilewati dan dibicarakan secara kekeluargaan. Dua minggu setelah peristiwa itu, orang yang aku tabrak diperbolehkan pulang dari rumah sakit karena menurut dokter kondisinya sudah sembuh.
Yang aku ingat, mungkin sebagai seorang anak banyak masalah yang sering aku buat. Dan sesering itu pula, ayahku mengajak bicara berdua, mengajari anaknya ini untuk selalu bertanggungjawab pada setiap masalah yang ditimbulkan.
Banyak kenangan indah saat bersama ayah, ada satu kenangan yang mungkin tak bisa terlupakan. Saat itu aku duduk di kelas 2 SMP, kalau tidak salah hari itu Senin yang cerah meski malam sebelumnya hujan mengguyur.
Seperti biasa, pagi itu aku bergegas berangkat ke sekolah dan aku lihat ayah sedang santai di depan rumah aku pun pamitan berangkat ke sekolah.
Saat berpamitan, ayah sudah berucap kalau jalan ke luar lingkunganku becek sehingga beliau menawari mengantar aku ke sekolah. Namun tawaran itu aku tolak, aku ingin berangkat sekolah jalan kaki bersama teman-teman. Benar ternyata jalan lingkunganku becek parah, karena hujan lebat semalam.
Untuk melewati itu, ada kalanya aku harus melewati depan halaman rumah orang agar sepatuku tidak terkena lumpur. Tepat sebelum jalan raya, ada kubangan besar yang tak mungkin aku lewati dengan mengenakan sepatu. Ingin aku lepas sepatu yang kukenakan namun nanggung, akhirnya aku memilih merayap berjalan naik ke pagar rumah orang.
Nahas, sepatuku ternyata licin karena tadi beberapa kali alasnya berjalan diatas lumpur. Aku pun terpeleset jatuh, namun aku masih mencoba berpegang pada pagar besi sehingga tidak terjerembab ke jalan berkubang.
Saat terpeleset itu, aku merasakan perih dan sesaknya dadaku. Hingga aku turun pagar dan temanku bertanya kenapa seragam putihku warnanya merah semua, kucoba lihat ternyata penuh darah tubuhku ada luka tusuk tepat di bawah dadaku.
Akupun panik, dan beberapa orang yang melihatnya juga ikut panik. Seketika ayahku diberi tahu, dan dengan mobil tuanya langsung menghampiri dan membawaku ke klinik terdekat.
Pagi itu, jalanan banyak tergenang air. Bahkan kulihat banjir itu cukup dalam, namun ayahku terlihat panik dan tidak risau untuk menerabas banjir. ayah hanya berpikir, secepat mungkin kami sampai di klinik. Sesampai di klinik dokter pun segera menangani lukaku, entah berapa jahitan yang dibuat untuk menutup lukaku.
Kudengar lirih dokter berucap kepada ayah, untung lukanya sepersekian centi di bawah jantung. Kalau luka itu naik sedikit saja, bisa berakibat fatal. Usai dari klinik, ayah minta aku untuk pulang dan tidak usah sekolah namun aku tetap ngotot karena hari itu merupakan awal ujian tri wulan. Kuyakinkan kepada ayah anaknya ini baik-baik saja.
Wajah panik itu ternyata tak hilang meski aku sudah meyakinkan kalau baik-baik saja.
Kenangan-kenangan itu tak pernah sirna, meski sudah puluhan tahun berlalu. Sekarang, seakan tak ada waktu lagi untuk berbakti kepadamu ayah. Semenjak engkau kembali ke Rahmatullah tiga tahun lalu, hanya doa yang aku panjatkan untukmu setiap waktu.
ayah, kini aku tahu engkau selalu mencintai anak-anakmu dalam sepi.
Artikel ini sbelumnya telah tayang di naung.id dengan judul ayah, Kutahu Engkau Selalu Mencintai anak-anakmu dalam Sepi.
***tags: #ayah #anak #pelabuhan tanjung mas #kecelakaan
Email: [email protected]
KOMENTAR
BACA JUGA
TERKINI

Warnai HUT Sragen, Pemkab Gelar Ziarah dan Napak Tilas Sejarah
17 Mei 2025

Dua Wakil Indonesia Lolos ke Semifinal Thailand Open 2025
17 Mei 2025

Nekat! Dua Bocil asal Salatiga Curi Cabai, Ngakunya karena Masalah Ekonomi
17 Mei 2025

Sebanyak 117 WNI Nekat Gunakan Visa Kerja untuk Berhaji, Ini Akibatnya!
17 Mei 2025

UPGRIS Terima Hibah BUku Karya Prof Rachmat Djoko Pradopo
17 Mei 2025

Sukseskan Layanan di Armuzna, PPIH Tempatkan Jemaah Haji Berbasis Syarikah
17 Mei 2025

Laga Krusial Barito Putera vs PSM Makassar di Pekan Ke-33
17 Mei 2025