Sang Biksu Membakar Diri Demi Perlawanan pada Rezim Tirani, Jantungnya Utuh dan Mengabadi 

sang Biksu tenang tak bersuara tak bergerak meski api membakar tubuhnya. Seolah tanpa rasa sakit hingga akhirnya tumbang. 

Senin, 29 Mei 2023 | 11:37 WIB - Kisah
Penulis: Issatul Haniah . Editor: Fauzi

Kisah ini adalah kisah mengenai pengorbanan seorang Biksu untuk menjaga ketentraman hidup kaum Buddhisme. Thich Quang Duc adalah seorang Biksu yang memiliki peranan penting bagi masyarakat Buddha di Vietnam

Rezim pemerintahan Ngo Dinh Diem bertindak semena-mena pada mastyarakat Vietnam yang mayoritas merupakan pemeluk agama Buddha. Diem yang merupakan pemeluk agama Katolik bertindak diskriminatif pada orang-orang Buddha

BERITA TERKAIT:
Indonesia Hajar Vietnam Lewat Drama Lima Set
Lakukan Ilegal Fishing di Perairan Indonesia, Dua Kapal Vietnam Ditangkap
Indonesia dan Vietnam Sepakati Penguatan Kerja Sama Budidaya Perikanan
Prabowo Subianto Sambut Sekjen Partai Komunis Vietnam To Lam di Istana Merdeka
Vietnam Kurangi Kementerian dan Lembaga Demi Efisiensi Anggaran, Berbeda dengan Indonesia

Segala kebijakan-kebijakannya menjurus pada arah ingin mengkatolikan Vietnam. Kemarahan umat Buddha meletus bermula pada awal Mei yaitu munculnya larangan mengibarkan bendera Buddhis di Perayaan Hari Raya Waisak. Padahal beberapa hari sebelumnya umat Katolik diajak mengibarkan bendera Vatikan pada acara perayaan untuk Uskup Agung Hue Ngo Dinh Thuc, kakak Diem. 

Massa Buddha menolak larangan tersebut dan menentang pemerintah dengan mengibarkan bendera Buddhis pada hari Waisak serta bergerak ke stasiun siaran pemerintah. Namun polisi melakukan aksi anarkis dengan menembaki kelompok tersebut. 

Lebih dari seratus orang terluka dan 9 orang meninggal. Dari sembilan orang tersebut, dua di antaranya adalah anak-anak yang dilindas mobil polisi dan truk tentara. 

Kabar ini memantik amarah Duc. Hal itu membuatnya berpikir dirinya harus melakukan sesuatu untuk menjaga ketentraman hidup umat Buddha di Vietnam.  

Sehari sebelum kejadian yaitu 10 Juni 1963 seorang tak dikenal memberi kabar ke koresponden Amerika Serikat bahwa esok hari akan ada peristiwa besar di jalan depan Kantor Kedutaan Kamboja di Vietnam. Sebagian besar wartawan mengabaikan pesan tersebut karena krisis Buddha telah berlangsung selama lebih dari sebulan. Hari berikutnya hanya beberapa jurnalis yang muncul, seperti David Halberstam dari The New York Times dan Malcolm Browne, kepala biro Associated Press Saigon. 

 

Hari itu pada 11 Juni 1963, sebuah mobil biru melintas di Jalan Phan ?ình Phùng (sekarang Jalan Nguyen Dinh Chieu) dan Jalan Le Van Duyet (sekarang Jalan Cach M?ng Thang Tam) yang terletak di barat daya Istana Presidensial (sekarang Istana Reunifikasi). Mobil itu diikuti 350 Biksu dan biksuni. 

Duc keluar dari mobil. Seorang Biksu meletakan sebuah alas duduk dan Duc duduk dengan posisi lotus seakan bermeditas. Satu orang Biksu lainnya menyiramkan bensin ke tubuh Duc. 

Api dengan cepat menjalar dan melalap tubuh Duc. Polisi tak dapat menjangkau Duc karena para Biksu membentuk lingkaran sehingga mustahil menembus barisan. 

Setelah selama sepuluh menit, seluruh tubuh Duc telah hangus dan tubuhnya terjatuh ke belakang dan punggungnya terbaring. Seorang polisi bahkan bersujud di hadapan Duc sebagai sebuah penghormatan.

Setelah api padam, sekelompok Biksu menutupi tubuhnya dengan jubah kuning, mengangkatnya dan memasukannya ke dalam sebuah peti. 

Jurnalis David Halberstam memberikan kesaksian bahwa sang Biksu tenang tak bersuara tak bergerak meski api membakar tubuhnya. Seolah tanpa rasa sakit hingga akhirnya tumbang. 

Sementara foto-foto Malcolm Browne kelak setahun berikutnya menang Pulitzer Award 1964. Foto-foto tersebut diberi judul The Burning Monk. Karena itu foto-foto itu pula Diem memperoleh protes luar biasa keras dari berbagai pihak hingga akhirnya terbunuh pada 2 November 1963. 

Ada kata-kata terakhir Duc yang ia tujukan bagi sang penguasa, yaitu: "Sebelum menutup mataku dan mendekatkan diriku kepada Buddha, dengan penuh rasa hormat aku meminta kepada Presiden Ngo Dinh Diem untuk menunjukkan sedikit rasa belas kasih kepada rakyat dan memberlakukan kesetaraan agama untuk mempertahankan kekuatan negeri ini selamanya. Aku juga memanggil mereka yang dimuliakan, mereka yang terhormat, anggota-anggota sangha, dan Buddhis awam untuk secara solider melakukan pengorbanan dalam rangka melindungi Buddhisme." 

Tubuh Duc lalu dikremasi ulang saat pemakaman, tetapi jantungnya tetap utuh dan tidak terbakar. Jantung tersebut kemudian dianggap suci dan diletakkan di dalam sebuah cawan di Pagoda Xa Loi. Relik jantung yang masih utuh tersebut dianggap sebagai sebuah simbol kasih sayang. 

***

tags: #vietnam #biksu #buddha #buddhisme #thich quang duc

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI