Monumen Peluru Tegal Kangkung, Saksi Perjuangan Indonesia Lawan Belanda

Lokasi monumen ini berada di tempat yang sama dengan makam tokoh penyebaran islam setempat yakni Mbah Nuriman Sentono.

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 10:49 WIB - Kisah
Penulis: - . Editor: Fauzi

KUASAKATACOM, Semarang – Kota Semarang menyimpan banyak bukti bekas perjuangan melawan kolonial Belanda kala itu baik dalam bentuk bangunan hingga monumen. Di Jl Fatmawati, Kota Semarang memiliki monumen peringatan pertempuran yang tidak banyak diketahui oleh khalayak ramai, Monumen Peluru Tegal Kangkung.

Sesuai dengan namanya, monumen ini berbentuk peluru berwarna emas yang berada di Desa Tegal Kangkung, Kecamatan Kedungmundu. Monumen Peluru Tegal Kangkung ini menjadi salah satu bukti sejarah perlawanan Indonesia melawan Kolonial Belanda kala itu.

BERITA TERKAIT:
Monumen Peluru Tegal Kangkung, Saksi Perjuangan Indonesia Lawan Belanda

Perlu diketahui lokasi monumen ini berada di tempat yang sama dengan makam tokoh penyebaran islam setempat yakni makam Mbah Nuriman Sentono.

Pada masa itu, kawasan Monumen Tegal Kangkung yang merupakan kawasan tertinggi dijadikan salah satu pos dan tempat penjagaan strategis untuk melihat pergerakan Belanda. 

Monumen Peluru Tegal Kangkung didirikan untuk mengenang pertempuran di Tegal Kangkung oleh 37 tentara pelajar, yang terjadi pada tanggal 3 April 1946. 

Sebelum bergabung dalam pertempuran, salah seorang tentara pelajar bernama Masiroen disekolahkan di Taman Dewasa Solo. 

Kemudian, ia bergabung dengan IPI dan menjalani pelatihan militer selama tiga bulan. Setelah pelatihan, ia dan rekan-rekannya ditempatkan di Markas Medan Tenggara (MMTG) sebelum dipindahkan dari Solo ke Tegal Kangkung.

Puncak pertempuran terjadi saat pasukan Belanda secara mendadak menyerang dan membombardir daerah tersebut, mengakibatkan pasukan Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) banyak yang berjatuhan.

 

Situasi di Tegal Kangkung pada 3 April 1946 sangat genting. Pasukan IPI menghadapi kesulitan logistik, termasuk kekurangan pasokan makanan karena penduduk telah mengungsi. Bahkan salah satu prajurit bernama Moecharom harus meregang nyawa di daerah tersebut. 

Setelah serangan, pasukan IPI sempat ditempatkan di front Pucang Gading dan rutin melakukan patroli penjagaan. 

Pasca pertempuran, beberapa anggota IPI, termasuk Masiroen, kembali ke Solo dan ada yang melanjutkan karier sebagai tentara.

"Setelah pertempuran di Tegal Kangkung itu pada balik ke Solo, pemerintah menawarkan beberapa tawaran. Ada yang lanjut sekolah, lanjut jadi polisi, guru, ada juga yang lanjut jadi tentara. Kalau bapak saya milih jadi ABRI," ucap Marlin, anak dari salah satu pelaku pertempuran Tegal Kangkung.

Monumen Tegal Kangkung akhirnya dibangun untuk menghormati jasa para pejuang dan peristiwa bersejarah tersebut, dengan bantuan pemerintah daerah Kota Semarang kala itu. 

Monumen ini diresmikan pada 3 April 1996, tepat 50 tahun setelah peristiwa serangan di Tegal Kangkung.

Namun meski sudah dibangun menjadi monumen, masih belum terukir nama nama pelaku pertempuran di dalam Monumen tersebut. Sehingga nama nama para pejuang pertempuran Tegal Kangkung tidak diketahui oleh khalayak ramai. 

Marlin, salah satu ahli waris dari pelaku pertempuran Tegal Kangkung sampai saat ini berharap ada pihak luar yang bersedia untuk menjadi sponsor pembangunan prasasti untuk mengenang nama nama pejuang pertempuran Tegal Kangkung.

"Saya sampai sekarang masih pengen bikin prasasti untuk mengenang jasa 37 pahlawan ini. Saya sangat berharap ada pihak dari luar entah itu pemerintah perusahaan atau apaun lah yang ikut membantu pendanaan untuk pembuatan prasasti ini. Saya juga berharap masyarakat lebih peduli akan peninggalan sejarah Tegal Kangkung ini," tandasnya.

***

tags: #monumen peluru #tegal kangkung

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI