Kisah Hidup Michiko Kodama, Korban Selamat Bom Hiroshima

Karena masalah finansial, Michiko tidak dapat memasuki universitas yang akhirnya memaksa dirinya untuk bekerja.

Rabu, 06 November 2024 | 12:35 WIB - Kisah
Penulis: - . Editor: Kuaka

Pada 11 Oktober 2024 lalu, Nihon Hidankyo, sebuah organisasi para penyintas peristiwa bom atom Hiroshima dan Nagasaki yang dikenal sebagai Hibakusha, menerima penghargaan Nobel atas upayanya untuk mewujudkan dunia yang bebas senjata nuklir.

Salah satu korban selamat bernama Michiko Kodama yang juga merupakan salah satu anggota dari Nihon Hidankyo, menceritakan betapa menderitanya ia menjadi salah satu Hibakusha.

BERITA TERKAIT:
Bom Luncur, Drone dan Rudal Balistik Tewaskan 6 Orang dan Lukai 30 Orang di Ukraina
Kisah Hidup Michiko Kodama, Korban Selamat Bom Hiroshima
Sempat Gegerkan Warga, Temuan Koper Diduga Bom di Kota Tua dalam Penyelidikan Polisi
Sebuah Koper Diduga Bom Ditemukan di Kota Tua Jakarta
Terjadi Ledakan di Rumah Bacagub Aceh, Diduga Dilempar Bom Orang Tak Dikenal

Ia menceritakan, pada saat itu sekitar jam 8.15, dia sedang berada di sekolah dan tiba-tiba datang sebuah cahaya putih yang menyilaukan mata yang seketika memecahkan kaca ruangan kelasnya. Banyak dari teman-temannya yang terkena serpihan kaca dan teriakan bergema di seluruh ruangan.

Hal yang tidak akan pernah ia lupakan adalah saat ia berjalan pulang bersama ayahnya dan melihat anak kecil yang berjalan sendirian yang seluruh badannya mengalami luka bakar dan matanya terbuka lebar.

Setelah kejadian tersebut, ia dan keluarganya mendapatkan banyak sekali diskriminasi dari masyarakat sekitar, yang membuat dirinya beserta keluarganya mengalami kesulitan finansial. 

Ayahnya yang sebelumnya merupakan seorang pebisnis, gagal untuk membangun perusahaannya kembali yang membuat dirinya beralih menjadi editor majalah anak-anak. Ibunya yang mempunyai keahlian membuat kimono, menukar sisa kimono miliknya dengan sayuran untuk makanan keluarganya, dan ketika kimononya habis, ia kembali membuatnya dan menjualnya.

Karena masalah finansial, Michiko tidak dapat memasuki universitas yang akhirnya memaksa dirinya untuk bekerja. Disanalah ia kemudian membangun sebuah hubungan romansa dengan salah satu koleganya yang kehilangan ayahnya akibat perang.

 

Hingga pada suatu hari koleganya tersebut mengajaknya untuk bertemu ibunya. Saat bertemu dengan ibunya, ibunya mengatakan bahwa dirinya tidak ingin mempunyai menantu dengan darah yang mengandung radiasi nuklir, dan tidak mengizinkan anaknya menikah dengan Michiko.

Ia yang mendengar hal tersebut memahami hal tersebut, walaupun dirinya merasa sedih karena dirinya merasa tidak melakukan apapun sehingga pantas menerima ini. Bukan keinginan dirinya menginginkan tragedi bom tersebut.

Hingga pada akhirnya ia bertemu suaminya, Makoto dan dikaruniai dua anak perempuan yang sehat bernama Mami dan Akiko. Namun kebahagiaannya tidak bertahan lama karena pada umurnya yang 35 tahun, Akiko anak bungsunya meninggal karena kanker yang ia derita karena kelainan genetik akibat radiasi atom yang ada di dalam tubuh Michiko.

"Saya masih merasa dia bersama saya, tetapi separuh dari diri saya sudah diambil," ucap Michiko.

"Semenjak saya masih muda, saya belajar tentang martabat hidup dan ketakutan akan kematian," ucapnya. 

"Pengalaman saya membuat saya menjadi pribadi yang lebih kuat. Saya mengerahkan semua kekuatan yang saya miliki untuk mengungkapkan kebenaran tentang senjata nuklir kepada generasi muda, dan ini adalah pesan yang penting, karena saya mungkin juga bisa mati besok."

Pengalaman dari Michiko Kodama dan Hibakusha lainnya memperingatkan kita untuk peduli terhadap kemanusiaan, dan menyampaikan pesan penting bahwa dunia harus menyingkirkan senjata atom, atau bahkan perang itu sendiri.

Ditulis oleh wartawan magang Kuasakata Ikhsan Wahyu Nurrohman.

***

tags: #bom #hiroshima #korban

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI