Emansipasi Kartini dan Perempuan Adat: Ruang Setara yang Masih Tertunda

Oleh Bilqish Zaira Latifa*

Jika Kartini hidup hari ini, barangkali ia akan menulis surat tentang masyarakat adat yang kehilangan hutan karena proyek strategis nasional.

Minggu, 20 April 2025 | 22:34 WIB - Persuasi
Penulis: - . Editor: Kuaka

SETIAP  21 April bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai simbol perjuangan kesetaraan perempuan. Namun, esensi emansipasi yang diperjuangkan Kartini sejatinya jauh melampaui urusan gender. Ia berbicara tentang kebebasan berpikir, kesetaraan martabat, dan hak untuk menentukan masa depan. Dalam konteks Indonesia masa kini, semangat itu menjadi relevan kembali terutama saat kita menilik nasib masyarakat adat yang masih berjuang mendapatkan pengakuan dan perlindungan dalam sistem hukum nasional.?

Kartini bersuara dalam masa ketika perempuan Jawa terkungkung oleh tradisi dan struktur kekuasaan kolonial. Kini, kita menyaksikan kondisi serupa dialami oleh masyarakat adat. Bedanya, mereka tak hanya menghadapi tantangan budaya dan sosial, tetapi juga pengabaian dalam regulasi negara dan kebijakan pembangunan. Dalam hal ini, emansipasi mesti dimaknai ulang sebagai pembebasan dari sistem hukum dan politik yang timpang dan eksklusif.?

BERITA TERKAIT:
Peringati Hari Kartini, MI ELPIST Temanggung Gelar Lomba
Perkuat Semangat Kartini, KAI Gelar Fashion Show “Wanita Hebat 2025” di Stasiun Semarang Tawang
Emansipasi Kartini dan Perempuan Adat: Ruang Setara yang Masih Tertunda
Unik, 100 Perempuan Indonesia Berkebaya Rayakan Hari Kartini di Puncak Gunung Kembang
Bupati Klaten Sebut Perempuan Aset Pembangunan Ekonomi

Secara konstitusional, masyarakat adat diakui keberadaannya melalui Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Namun, realitas di lapangan berkata lain. Banyak komunitas adat masih kesulitan memperoleh pengakuan legal atas tanah, hutan, dan ruang hidup mereka. Padahal, wilayah-wilayah tersebut telah mereka jaga turun-temurun, bahkan sebelum negara ini berdiri.?

Data Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) per Maret 2024 menunjukkan bahwa dari 1.452 peta wilayah adat yang telah teregistrasi seluas 28,2 juta hektare, hanya 13,8% atau sekitar 3,9 juta hektare yang telah mendapatkan penetapan dari pemerintah daerah.  Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru menetapkan hutan adat sebanyak 131 komunitas dengan total luas 244.195 hektare, padahal potensi hutan adat mencapai 22,8 juta hektare. Jauh api dari panggang sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat sebagai milik masyarakat adat.

Dalam praktik pembangunan, masyarakat adat kerap diposisikan sebagai penghambat investasi. Mereka tidak dilibatkan secara bermakna dalam penyusunan kebijakan yang menyangkut hidup mereka sendiri. Bahkan suara mereka sering tenggelam dalam hiruk pikuk proyek-proyek nasional yang mengatasnamakan “kemajuan”.? Padahal, masyarakat adat memiliki hak untuk mengelola dan melestarikan tanah serta sumber daya alam mereka sesuai dengan tradisi mereka. Namun, kebijakan pembangunan sering kali mengabaikan hak-hak tersebut dengan alasan kemajuan ekonomi yang seringkali merugikan masyarakat adat.

Yang lebih memprihatinkan, saat ini perempuan adat menghadapi tantangan ganda. Berdasarkan data Aliansi Masyarakat Nusantara (AMAN), pada juni 2024 tercatat ada 2.161 komunitas masyarakat adat di Indonesia, dengan 4,57 juta masyarakat adat, dan hampir setengahnya 2,23 juta jiwa adalah perempuan. Selain termarginalkan sebagai bagian dari komunitas adat, mereka juga mengalami tekanan karena budaya patriarki dan tidak dianggap sebagai pengambil keputusan.

 

Data yang dikumpulkan oleh Program Estungkara (kESetaraan unTUk MeNGhapus KetidaKAdilan dan DiskRiminAsi)  pada 2022 dan 2023 di 40 desa dari 13 kabupaten menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan adat hanya menempuh pendidikan dasar dan memiliki pendapatan di bawah satu juta rupiah per bulan, yang membuat mereka semakin rentan terhadap kekerasan berbasis gender dan pelecehan seksual.

Selain itu, survei oleh Aliansi Masyarakat Nusantara pada tahun 2020 mengungkapkan bahwa 90% perempuan adat belum dilibatkan dalam proses pembangunan yang akan masuk ke wilayahnya, dan 98% responden menyatakan bahwa wilayah adatnya telah mengalami perubahan tanpa melibatkan suara mereka sebagai perempuan. Padahal, merekalah penjaga pengetahuan lokal dan pelestari tradisi ekologis yang sangat berharga.

Pemberdayaan perempuan adat memerlukan perhatian khusus dalam konteks pembangunan nasional. Selain akses yang terbatas terhadap pendidikan, perempuan adat juga kesulitan dalam memperoleh layanan kesehatan yang memadai dan terhambat dalam akses ke pasar ekonomi. Hal ini menyebabkan kesenjangan yang semakin lebar antara perempuan adat dan perempuan non-adat dalam hal kesejahteraan dan kesempatan ekonomi.

Jika Kartini hidup hari ini, barangkali ia akan menulis surat tentang masyarakat adat yang kehilangan hutan karena proyek strategis nasional. Kaum perempuan adat yang terimpunitas hak-hak hukumnya. Ia mungkin menggugat sistem hukum yang memaksa komunitas adat menyesuaikan diri dengan standar-standar modern demi mendapat legalitas.?

Karena itu, peringatan Hari Kartini seharusnya juga menjadi momen refleksi nasional. Sudahkah negara benar-benar memberi ruang yang setara bagi semua warga, termasuk mereka yang memilih hidup dengan hukum adat dan nilai-nilai leluhur??

emansipasi yang diperjuangkan Kartini sejatinya adalah perlawanan terhadap ketimpangan yang bersifat struktural. Selama masyarakat adat masih harus berjuang keras di ruang-ruang peradilan demi hak-hak dasarnya, maka cita-cita emansipasi belum sepenuhnya terwujud. Negara semestinya hadir bukan untuk menyeragamkan kehidupan, melainkan untuk memastikan keberagaman dapat tumbuh berdampingan secara adil dan setara. Maka, pertanyaan yang tak bisa dihindari: bagaimana nasib RUU Masyarakat Adat hari ini?

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret,  Direktur Jenderal Pengamatan, Rancangan, dan Kajian Kementerian Kesetaraan BEM UNS 2025

***

tags: #kartini #emansipasi #hari kartini #perempuan

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI