Memahami Mudik yang Tidak Pulang Kampung
Oleh Elbara Lazuardi*
Jokowi tidak salah ketika membedakan pengertian antara mudik dan pulang kampung. Keduanya memang tak sama.
Kamis, 23 April 2020 | 20:40 WIB - Persuasi
Penulis:
. Editor: Kuaka
PERSOALAN Mudik memang selalu ramai tiap menjelang lebaran. Tapi kali ini, belum menjelang lebaran pun, Mudik sudah jadi wacana yang ramai diperdebatkan. Masalahnya satu, corona. Virus ini membuat banyak orang berpikir ulang untuk Mudik, karena dikhawatirkan virus akan menulari keluarga yang di rumah, yang mungkin, lebih renta(n) daripada mereka.
Kemungkinan pemerintah melarang Mudik memang sudah jadi percakapan publik. Dan dari berbagai kepanikan menghadapi corona itu, lokdon dan larangan Mudik, memang cuma soal waktu. Dan karena itu, sebelum larangan datang, beribu orang pun sudah bergerak, berpindah dari Jakarta. Sekitar satu juga orang dari Jakarta sudah sampai ke kampung halaman.
BERITA TERKAIT:
Mudik Vs Corona
Memahami Mudik yang Tidak Pulang Kampung
Lebaran, Korban PHK Jabodetabek Rencanaya Akan Dipulangkan
Lalu larangan itu datang.
Najwa Shihab menilai larangan itu terlambat. Sudah terlanjur banyak orang yang Mudik, dan kemungkinan, telah juga membawa virus itu ke desa-desa. Dalam wawancara eksklusif, dia bertanya langsung ke Presiden Jokowi tentang keterlambatan itu.
Presiden menjelaskan bahwa mereka yang ''berpindah'' sebelum larangan itu bukan Mudik, tapi Pulang Kampung. Mudik, kata Presiden, itu sebelum lebaran. Najwa mencoba bertanya, apa beda keduanya jika aktivitasnya sama.
''Itu kan hanya soal waktu, soal timing. Aktivitasnya, dan kemungkinan membawa virusnya kan sama,'' tanya Najwa.
Sekilas, Mudik dan Pulang Kampung itu memang sama. Secara aktivitas, dan juga secara bahasa, sama. KBBI juga meletakkan arti Mudik sebagai pulang ke kampung halaman. Tapi kita juga tahu, bahasa atau kata, tidak pernah bisa sepenuhnya merengkuh kenyataan. Di sisi inilah, Jokowi juga benar, meski tidak (sempat) menjelaskannya secara panjang lebar. Ada beda yang cukup tegas juga antara Mudik dan Pulang Kampung, selain soal timing atau waktu menjelang lebaran itu.
Gampangnya begini. Mudik adalah mereka yang berdomisili di Jakarta dan ber-KTP Jakarta lalu pergi ke Semarang untuk melihat orang tua atau sanak keluarganya, kemudian berbalik ke Jakarta. Aktivitas ini sangat sering dilakukan ketika lebaran, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi kapanpun.
Sedangkan Pulang Kampung, mereka yang berdomisili di Jakarta tapi ber-KTP Semarang. Di Jakarta mereka bekerja untuk keluarga di kampung. Ketika wiken mereka bisa pulang ke keluarga di kampung, tak hanya saat lebaran. Ketika tidak lagi memiliki penghasilan dan atau pengangguran, seperti yang terjadi karena corona ini, maka pilihan terbaik mereka adalah Pulang Kampung.
Mengerti kan bedanya? Gampangnya lagi, yang Mudik adalah mereka yang ber-KTP Jakarta, sudah berkeluarga, tinggal dan menjadi penduduk Jakarta. Yang Pulang Kampung, adalah pendatang, yang mencari nafkah di Jakarta.
Ketika lebaran, mereka yang Mudik dan Pulang Kampung bergerak meninggalkan Jakarta, karena liburan yang panjang. Saat itulah, antara yang Mudik dan Pulang Kampung jadi tercampurkan.
Jadi, Pulang Kampung dan Mudik bukan soal timing saja. Ini soal ''pengertian'' yang berbeda, yang kemudian tercampurkan karena dipersatukan dalam waktu yang sama. Esensinya beda. Tentu saja, dalam percakapan, dua kata itu acap dipertukarkan untuk saling menggantikan.
Lalu, benarkah kita dapat melarang mereka, pendatang di Jakarta itu, untuk Pulang Kampung? Tentu tidak. Mereka yang kehilangan pekerjaan karena corona, mereka yang diminta ''menunggu'' kembali bekerja sampai situasi normal, tentu tidak bisa terus berada di Jakarta, yang memang bukan domisilinya. Mereka dapat memilih untuk pulang, kembali ke kampungnya, kembali ke tempat dan situasi yang lebih bisa memberikan harapan.
Arundhati Roy menuliskan soal Pulang Kampung ini dengan cergas dalam artikelnya ''Pandemi adalah Sebuah Portal'', sebagai, ''Mereka tahu bahwa dengan pulang ke rumah itulah berpotensi untuk memperlambat kelaparan. Mungkin juga mereka tahu bahwa mereka akan membawa virus, dan akan menginfeksi anggota keluarga mereka, orang tua dan kakek-nenek mereka di rumah. Tetapi mereka sangat membutuhkan sedikit kehangatan keluarga, perlindungan dan martabat, serta makanan, jika bukan cinta.''
Karena, bagi mereka yang Pulang Kampung ini, yang ''kehilangan harapan'' di Jakarta, corona itu sangat tidak nyata, tidak jelas ancamannya dari kemungkinan yang mereka hadapi langsung berupa pengangguran, kelaparan, kekerasan sosial, dan juga kemungkinan dorongan berbuat kriminal. Dan juga, menghindari kecemasan mental dalam situasi yang penuh ketidakjelasan.
Jadi, mereka memilih Pulang Kampung. Bukan Mudik, bukan untuk merayakan lebaran.
*Penulis adalah editor di Kuasakata
***
tags: #pulang kampung #presiden ri jokowi #dilarang mudik #jangan mudik #mudik
Email: [email protected]
KOMENTAR
BACA JUGA
TERKINI
Jepang Juara Piala Asia U-23 2024 usai Kalahkan Uzbekistan 2-1
04 Mei 2024
Tekuk Korsel 3-1, Indonesia Lolos ke Semifinal Thomas Cup
04 Mei 2024
Bupati Yuni Dukung Kantor Dinas Sosial Jadi Aset Pemkab Sragen
04 Mei 2024
Pemkab Jepara Kembali Terima Opini WTP dari BPK
03 Mei 2024
Jalan Jenderal Soedirman depan Pasar Projo Ambarawa Kembali Dua Arah
03 Mei 2024
Mbak Ita dan Chef Bobon Masak Besar 477 Porsi Nasi Goreng Semarangan
03 Mei 2024