REVIEW "Rumah untuk Alie": Ketika Rumah Tak Lagi Ramah
"Ia membangunkan mata untuk sesaat, tapi tidak mengubah biologinya."
Selasa, 22 April 2025 | 23:51 WIB - Layar
Penulis:
. Editor: Wis
KUASAKATACOM, JAKARTA — Tidak semua orang punya privilese menyebut rumah sebagai tempat ternyaman di dunia. Bagi sebagian orang, rumah justru adalah awal dari trauma. Itulah realita pahit yang ingin disampaikan film Rumah untuk Alie, drama sosial menyentuh garapan Herwin Novianto dan penulis naskah Lottati Mulyani.
Film ini mengikuti kisah Alie Ishala Samantha (diperankan oleh Anantya Rezky Kirana), gadis remaja 16 tahun yang dicap sebagai “pembunuh ibu kandungnya” oleh keluarganya sendiri. Sejak tragedi itu, Alie hidup dalam bayang-bayang kebencian orang-orang terdekat. Rumah yang seharusnya menjadi tempat pulang, berubah jadi tempat terasing. Ia tidak hanya kehilangan ibu, tapi juga kehilangan kepercayaan, cinta, bahkan harga dirinya sendiri.
BERITA TERKAIT:
REVIEW "Rumah untuk Alie": Ketika Rumah Tak Lagi Ramah
Sinopsis Rumah untuk Alie, Drama Keluarga Yang Bikin Nangis
"Ia membangunkan mata untuk sesaat, tapi tidak mengubah biologinya."
Kalimat ini sempat diucapkan dalam konteks berbeda oleh seorang dokter, tapi cocok menggambarkan perjuangan Alie — bertahan hidup di rumah yang sudah lama kehilangan jiwanya.
Sebagai drama sosial, film ini berhasil menyoroti isu yang kerap terjadi tapi jarang diangkat: bullying dalam keluarga. Dan ya, tidak semua kekerasan meninggalkan lebam. Beberapa hanya menyisakan luka yang menetap di dalam hati.
Anantya Rezky Kirana tampil memukau. Totalitasnya dalam memerankan Alie layak diacungi jempol. Aktingnya tidak berlebihan, justru terasa menyatu dengan karakter yang ia mainkan. Penampilannya menjadi highlight utama film ini.
Meski demikian, film ini masih menyimpan catatan. Beberapa karakter pendukung terasa datar dan tidak diberi cukup latar belakang untuk membuat motivasi mereka bisa dimengerti. Hubungan antar karakter terasa kurang dalam, padahal konflik utama sangat bergantung pada relasi emosional.
Plot juga sesekali terasa terlalu dramatis — bukan karena ceritanya lemah, tapi karena penyampaiannya sedikit berlebihan. Sayang sekali, karena dengan treatment yang lebih subtil, Rumah untuk Alie bisa jadi sangat mengguncang secara emosional.
Meski begitu, film ini tetap layak tonton — bukan hanya karena ceritanya yang menyentuh, tapi juga karena pesannya yang jelas: bullying bisa terjadi di mana saja, bahkan dari orang yang katanya paling mencintai kita.
***tags: #rumah untuk alie #review film #drama
Email: [email protected]
KOMENTAR
BACA JUGA
TERKINI

Sebanyak 3.634 Umat Hindu Antusias Mengikuti Pelatihan Keluarga Sukinah
18 Juni 2025

Irjen Kemenag Pastikan Proses Pemulangan Jemaah Lancar
18 Juni 2025

PSSI Umumkan Jadwal Terbaru Piala Presiden 2025
18 Juni 2025

Inter Milan vs Meksiko Monterrey: Nerazzurri Ditahan Imbang 1-1
18 Juni 2025

Kemensos Gelar Retret untuk Puluhan Kepala Sekolah Rakyat
18 Juni 2025

Menag Ungkap Ada Jemaah yang Umrah 20 hingga 25 Kali
18 Juni 2025

Hasil Piala Antarklub 2025: River Plate Kalahkan Urawa Red Diamonds 3-1
18 Juni 2025

BAZNAS Berupaya Cetak Kader Pemberdayaan Berintegritas
18 Juni 2025

Wamenag Apresiasi Kinerja Seluruh Petugas Haji Indonesia
18 Juni 2025

Hasil Piala Dunia Antarklub 2025: Sundowns Tekuk Ulsan 1-0
18 Juni 2025