Sah! Katanya... (2025): Ketika Komedi Menikahi Tradisi, dan Logika Diusir dari Rumah Duka
Nadya Arina berhasil membawakan Marni dengan ekspresi penuh beban dan frustrasi, namun tidak kehilangan kehangatan. Ia menjadi poros film ini, sekaligus penuntun emosi penonton
Selasa, 29 April 2025 | 21:12 WIB - Layar
Penulis:
. Editor: Wis
KUASAKATACOM, DEMAK- Apa jadinya bila pernikahan bukan hasil dari cinta, tapi wasiat yang dibacakan tepat saat jenazah ayah belum juga dimakamkan? Sah! Katanya..., film terbaru dari Loeloe Hendra Komara, membawa penonton ke dalam dunia yang absurd tapi mengakar, jenaka tapi menyentuh, antara cinta dan kewajiban, antara tradisi dan akal sehat.
Film ini membuka layar dengan kematian Bapak Marni (Nadya Arina), anak bungsu dari keluarga sederhana. Bukannya tangis duka mendalam, justru keributan yang terjadi. Wasiat sang ayah adalah pernikahan Marni dengan Marno (Dimas Anggara), putra dari sahabat lamanya. Masalahnya: Marni sudah punya pacar, Adi (Calvin Jeremy), dan tentu saja tidak ingin menikah dengan orang asing. Tapi utang harus dibayar, dan dalam logika orang tua dahulu, utang bisa ditebus dengan kehormatan anak. Termasuk melalui sebuah pernikahan di depan jenazah.
BERITA TERKAIT:
Sah! Katanya... (2025): Ketika Komedi Menikahi Tradisi, dan Logika Diusir dari Rumah Duka
Komedi yang Menantang Nurani
Naskah film ini tidak berjalan dalam jalur “normal”. Ia berani sejak awal. Situasi duka dibungkus kekonyolan. Konflik keluarga besar, celetukan nyeleneh dari Paklik Kusno, sampai drama cinta segitiga yang konyol, semuanya dibangun dengan rasa yang khas. Ada yang akan tertawa keras, ada pula yang hanya bisa tersenyum getir.
Tapi di balik semua tawa, ada ironi yang disampaikan dengan tajam. Budaya patriarki, keputusan sepihak orang tua, nilai-nilai warisan yang sering kali tidak relevan dengan zaman kini—semua itu dikemas dalam narasi yang ringan tapi menusuk. Loeloe, bersama penulis naskah Dirmawan Hatta dan Sidharta Tata, menyusun cerita yang seolah gila, padahal sedang sangat waras dalam menggambarkan kenyataan hidup sebagian masyarakat Indonesia.
Aktuasi Akting dan Atmosfer yang Otentik
Nadya Arina berhasil membawakan Marni dengan ekspresi penuh beban dan frustrasi, namun tidak kehilangan kehangatan. Ia menjadi poros film ini, sekaligus penuntun emosi penonton. Dimas Anggara, sebagai Marno, tampil tenang dan nyaris terlalu sempurna—sesuatu yang menimbulkan pertanyaan: apakah ini benar-benar cinta atau hanya solusi darurat yang dibungkus rapi?
Sementara itu, Calvin Jeremy sebagai Adi menjadi simbol generasi muda yang ingin mencintai, tapi sering tidak siap menghadapi realitas. Ia mencintai Marni, tapi tidak bisa diandalkan. Dan itu membuka ruang kontemplasi: cinta saja tidak cukup jika tidak disertai komitmen dan keberanian.
Produksi film ini terasa sangat lokal. Mulai dari rumah-rumah kampung, perabotan jadul, sampai dialog-dialog khas Jawa yang dipertahankan tanpa filter. Atmosfer itu memberi kesan otentik yang kuat, seolah penonton sedang hadir langsung dalam keluarga besar yang sedang gonjang-ganjing oleh wasiat absurd.
Twist dan Transisi Nada
Menjelang akhir, film ini memutar haluan. Dari komedi situasional yang semrawut, ia menjadi drama keluarga yang lebih gelap. Muncul twist yang, meskipun terasa agak dipaksakan, memberi warna baru. Marni harus membuat keputusan sendiri. Apakah terus patuh pada sistem yang dibuat orang mati, atau hidup dengan pilihannya sendiri?
Perubahan nada ini bisa mengejutkan bagi yang datang hanya untuk tertawa. Tapi justru di sanalah letak keberanian film ini—ia tidak takut meninggalkan zona nyamannya. Ia membiarkan penonton keluar bioskop dengan tawa yang perlahan berubah menjadi gumaman: “Jangan-jangan ini kisah nyata.”
Kesimpulan: Sebuah Eksperimen yang Layak Dirayakan
Sah! Katanya... bukan film komedi romantis biasa. Ia juga bukan semata sindiran sosial. Film ini adalah eksperimen sinematik yang berhasil mempertemukan tradisi absurd, dinamika keluarga, dan realitas sosial dengan gaya satir yang tak banyak dilakukan sineas lokal saat ini.
Untuk sebagian orang, film ini bisa terasa berantakan dan terlalu aneh. Tapi untuk yang mau membuka diri, Sah! Katanya... adalah cermin budaya yang jujur dan lucu, sekaligus kritik lembut terhadap warisan sosial yang masih mengatur hidup anak-anak kita dari dalam peti mati.
Film ini bisa membuatmu tertawa. Tapi jika kamu cukup jujur pada dirimu sendiri, bisa jadi kamu juga akan berpikir ulang tentang arti bakti, cinta, dan warisan.
***tags: #sah! katanya... #film komedi absurd #review
Email: [email protected]
KOMENTAR
BACA JUGA
TERKINI

Polisi Pastikan Tak Ada Pungutan Liar di Kawasan Industri Candi Semarang
15 Mei 2025

Mensos Kunjungi Rumah Calon Siswa Sekolah Rakyat di Pasuruan
15 Mei 2025

Hansi Flick Bantah Soal Tanda Tangan Kontrak Baru dengan Barcelona
15 Mei 2025

Atletico Siap Jual Angel Correa di Bursa Transfer Musim Panas
15 Mei 2025

Cristiano Ronaldo Junior Dipantau Pembandu Bakat Tim Besar Eropa
15 Mei 2025

Liverpool Kemungkinan akan Rekrut Florian Wirtz
15 Mei 2025

Sumarno: Sinergi Pemprov Jateng dan Media untuk Informasi yang Berkualitas
15 Mei 2025

Liverpool Semakin Dekat Dapatkan Tanda Tangan Frimpong
15 Mei 2025