memenjara corona | foto gettyimages

memenjara corona | foto gettyimages

Indonesia Bukan Sebatang Kayu Rapuh

Oleh Hasan Aoni Aziz*

Sebagai makhluk paling sosial di dunia, kita merasakan seperti pelaku kejahatan tadi: dipenjara dalam ruang yang dihalangi hanya pagar.

Jumat, 24 April 2020 | 19:15 WIB - Persuasi
Penulis: - . Editor: -

BISAKAH KITA  membayangkan dan tak perlu menjadi -- seseorang yang karena kejahatan harus berada di dalam bui? Melihat setiap hari hanya jeruji dan teman-teman seruangan itu saja. Makanan disediakan, tetapi tak bisa memilih. Covid-19 yang semula kita perhatikan di televisi berada jauh di Propinsi Wuhan, China, lalu Amerika, beralih ke beberapa negara dan tiba-tiba dalam hitungan minggu sampai ke Indonesia. Ia tidak lagi hanya wabah, tetapi sepasukan perang yang siap menganeksasi seluruh kehidupan manusia.

Sebelum terbekuk, datang seruan untuk bekerja di rumah saja, disusul kemudian perintah untuk diam. Masing-masing mulai menghitung berapa kesediaan pangan dan tabungan yang tersisa. Yang tak cukup diberi persediaan, ada yang sampai ada yang tidak. Satu-satunya doa, baik dalam kecukupan maupun tidak, diseru bukan saja oleh negara, tetapi oleh sesama, untuk saling berbagi dan menguatkan. Saya rasa kita sangat bisa, dan jika masih ada yang belum mengikuti, itu wajar sebagai perilaku baru, karena tidak seorang pun bisa menyangka situasinya.

BERITA TERKAIT:
Indonesia Bukan Sebatang Kayu Rapuh
Pandemi adalah Sebuah Portal

Managemen mengajarkan kepada kita bahwa sebuah kasus hanya bisa diatasi jika kita mengetahui masalah utamanya, yang dengan segala cara lalu ditemukan solusinya. Tapi, virus corona yang sudah hampir setengah tahun sejak terdeteksi, bahkan seorang Bill Gates turut terjun jika memang tak berkepentingan seperti banyak pihak menuduhnya, termasuk semua ahli di dunia, sampai hari ini masih belum diketahui masalah utama dan solusinya. Pertanyaan penting sebelum keduanya ditemukan, sampai kapan orang-orang yang disuruh diam itu bisa bertahan?

Yang menggelisahkan saat semua dipaksa berada di rumah selama delapan minggu ini adalah membuncahnya kejenuhan. Sebagai makhluk paling sosial di dunia, kita merasakan seperti pelaku kejahatan tadi: dipenjara dalam ruang yang dihalangi hanya pagar. Bebas melampaui pagar itu, tetapi terhalang aturan. Melanggar atau patuh polisi dan hakimnya adalah diri sendiri. Ini fase paling puncak dari adagium tidak ada hukum paling tegak kecuali kepatuhan.

 

Kepatuhan itu kini sedang diuji. Sebagai bangsa yang sangat maju, Amerika menunjukkan kerapuhannya ketika diuji dalam situasi seolah menghadapi perang. Warga di negara bagian Michigan, Minnesota dan Virginia menuntut pencabutan masa lockdown Covid-19, 20 April lalu. Mereka tak kuat memenjara diri di rumah sekaligus mengabarkan kepada dunia kerapuhannya. Sumber kerapuhan itu Presiden Trump. Ia mendukung demo itu. Masyarakat yang kesejahteraaan dan devisanya melebihi kita terbukti tersungkur mekanisme ketahanannya di bawah kekuatan seperti yang diperagakan dalam film-film hero Hollywood. Betulkah mereka rapuh dan kita kuat?

Sebutlah serangan virus ini kita rupakan sebagai Perang Dunia Ketiga, setidaknya dari dampak dan situasi psikologisnya, mungkin Amerika di bawah Trump akan menjadi negara pertama paling takluk menghadapi perang, lalu Eropa kemudian. China, Jepang, Singapura, Vietnam, dan Korea Selatan jika mereka terlibat ikut peperangan itu mungkin paling berpotensi menang. Mereka punya segalanya: ketegasan pemimpin, kepatuhan masyarakat, surplus logistik dan teknologi pengendali yang mengontrol penuh data dan gerak warganya.

Kita bisa menyontoh yang mereka punya jika pun sebagai negara kita miskin, karena sebagai bangsa kita sangat kaya. Bukankah tidak berlaku hukum orang miskin pasti kalah? Vaclav Havel mengenalkan the power of the powerless dan sejarah peperangan telah membuktikan itu. Bahkan terhadap warga Amerika yang "rapuh" itu kita bisa mendomestikasi "wajib militer" ala nya dalam konteks "wajib patuh". Tak perlu lagi sangsi, karena kesangsian adalah sumber pertama kekalahan.

Saatnya menguji seberapa kuat kita menghadapi penjara ini dengan segala upaya, kecuali memilih rapuh seperti bangsa Amerika yang terlanjur dianggap besar itu?


*Penulis adalah Pengelola Omah Dongeng Marwah

***

tags: #opini covid #kata baik #covid-19 #corona di eropa

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI