Anggota DPSG Jateng Dian Ayu Hapsari, Foto: KUASAKATACOM

Anggota DPSG Jateng Dian Ayu Hapsari, Foto: KUASAKATACOM

Ayu: Dari Kata Disleksia, Aku…

Dunia tak akan runtuh hanya karena memiliki anak penyandang disleksia.

Senin, 16 November 2020 | 15:18 WIB - Sosok
Penulis: Ririn . Editor: Fauzi

Apa yang terbayang di benak Anda mengenai disleksia? Sederhananya, disleksia adalah suatu gangguan pada seseorang yang ditandai dengan kesulitan membaca, menulis, dan mengeja.

Orang tua yang mengetahui anaknya menyandang disleksia, barangkali kaget dan sedih. Namun berlarut-larut sedih tak akan memperbaiki keadaan. Inilah yang akhirnya membuat Dian Ayu Hapsari kuat saat mengetahui anaknya divonis disleksia.

BERITA TERKAIT:
Ayu: Dari Kata Disleksia, Aku…

Perjuangan merawat anaknya, Rayyan, tak mudah. Sebelum divonis disleksia, perempuan yang akrab disapa Ayu dan suaminya Indro, membawa sang anak ke psikolog saat berusia lima tahun. Namun bukannya mendapat solusi, keduanya dihakimi. Mulai dari disebut salah pola asuh, hingga kurang diberi pengalaman dan diajak bicara.

“Penghakiman yang muncul ini hanya dengan cara melihat anakku selama 1 jam 30 menit,” ujar perempuan berusia tiga puluh satu ini.

Belajar dan Menguatkan Sesama di DPSG Jateng

Disleksia disandang seumur hidup. Pada usia 5,5 tahun, Rayyan didiagnosa kelompok risiko disleksia. Kemudian usia 7 tahun didiagnosa disleksia berat dengan komorbid ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) dan dispraksia.

“Ya, anak Ibu 99% disleksia. 1% sisanya nanti ya, kalau sudah 7 tahun,” ucap Ayu mengulang kata tenaga ahli yang menangani anaknya kala itu.

Tak mau menyerah, naluri seorang ibu membuatnya berusaha semaksimal mungkin untuk merawat anaknya. Ia mencari komunitas atau perkumpulan yang sama-sama mempunyai anak penyandang disleksia. Sehingga ada banyak ilmu yang bisa dipelajari dan bisa saling bertukar pengalaman dengan orang tua lainnya yang lebih dulu anaknya terdiagnosa.

“Lalu ingin membantu oragtua lain yang mempunyai anak penyandang disleksia untuk saling berbagi ilmu,” ujarnya saat ditanya tujuan bergabung dengan Disleksia Parents Support Group (DPSG) Jateng pada tahun 2016.

Di grup ini, Ayu merasa kesulitan-kesulitan yang ia hadapi menjadi lebih ringan. Ia banyak memperoleh masukan dari teman-teman yang lebih dulu belajar. Hal ini pun membuatnya sangat bersyukur.

Namun kendala tetap dia temui, terutama masalah Rayyan dalam berbahasa. Rayyan memiliki kendala pada bahasa lisan dan sosial. Bergabung dengan DPSG Jateng membuatnya mengerti bahwa kita tidak bisa melakukan segala sesuatu sendirian. Kesulitan akan lebih mudah dihadapi ketika kita bersama-sama apalagi saat menjadi orang tua dari anak berkebutuhan khusus.

“Maka perasaan yang kita rasakan, tidak bisa dimengerti oleh semua orang, namun hanya orang yang merasakannya yang mengerti betul rasanya,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengaku bergabung dengan komunitas ini membuatnya bertemu banyak orang tua dari berbagai latar belakang. Ia banyak belajar dari berbagai tipe orang tua. Ada hal-hal yang dapat diterapkan pada anaknya dan itu sangat membantu.

Keluarga yang Utama

Keluarga bagi perempuan dengan hobi travelling dan bermusik ini adalah pihak yang selalu memberikan dukungan dalam berkarya. “Tidak pernah ada tuntutan sebuah hasil,” tukasnya.

Terutama adalah suaminya. Menurutnya, suaminya yang merupakan karyawan BUMN itu selalu mendukung apa yang akan ia kerjakan selama tidak mengganggu waktu dan urusan keluarga. Keluarga memahaminya yang tak bisa diam atau memang sangat suka berorganisasi dan berkarya.

“Keluarga memberikan keleluasaan bagi saya untuk melakukan hal selama itu positif dan saya tetap bisa mengutamakan keluarga,” ujarnya.

Tak hanya itu, ia menjelaskan bagi seorang ibu yang mempunyai anak disleksia, dukungan keluarga adalah hal yang sangat penting. Tanpa dukungan keluarga, berat rasanya. Pelukan dari keluarga terdekat cukup membuat beban terangkat dan lelah terbagi.

 

Karena keluarga adalah yang utama, ibu dari Rayyan dan Rafardhan ini mengaku akan mengutamakan keluarganya.

“Saya bekerja di rumah, namun ketika ada urusan keluarga, saya karena itu tanggung jawab saya yang nomor satu,” jelasnya.

Bisnis Frozen Food hingga Fashion

Lulusan S1 Kesehatan Masyarakat Unnes ini memilih bisnis frozen food seperti sosis, nugget, dan kentang goreng. Menjadi reseller, ia berbisnis dari rumah dengan akun instagran @frozenfood_mamayu. Untuk bidang fashion, ia menjajakan dagangan dengan akun Instagram @shelsa_id namun vakum untuk sementara.

Bisnis frozen food ia mulai sejak Maret 2020. Sementara bisnis fashion sejak 2018. Terkait omzet, Ayu menyebut sekitar Rp5-6 juta sebulan dengan modal awal jual frozen food Rp400 ribu.

“Memang hobi berjualan dari dulu. Jadi jualan ini adalah hobi, ketika hobi kita dilakukan maka kita merasa bahagia,” ucapnya.

Namun dalam situasi pandemi ini, ia mengaku bisnisnya ikut terdampak. Dari penurunan jumlah pembeli, misalnya.

Mendidik Anak dengan Tega(s)

Tega(s) dan mempunyai tujuan yang jelas. Itulah prinsip Ayu dalam mendidik kedua anaknya. Selain merawat Rayyan yang kini telah berusia 9 tahun, ia membagi waktunya untuk si kecil Rafardhan yang berusia 6 tahun.  

Ia dan suaminya berusaha mengelola disleksia Rayyan di rumah dan bersinergi dengan pihak sekolah. Ia bertekad bersama keluarga akan mendampingi Rayyan dan mempersiapkannya mandiri menghadapi dunia. Salah satunya dengan mencari tempat bersekolah yang dapat memahami kondisi anak disleksia namun tidak memakluminya.

“Karena memang anak disleksia perlu dipahami namun tidak untuk dimaklumi. Anak disleksia harus bertumbuh kuat dan tetap ada di lingkungan mainstream,” ujarnya.

Dari tenaga ahli, Ayu mengetahui jika disleksia adalah turunan. Ia pun mengamini jika beberapa gejala disleksia ada pada dirinya dan suami. Beruntungnya, potensi kecerdasan anak disleksia adalah normal atau di atas rata-rata.

“Jadi aku dan suami tidak perlu terlalu khawatir tentang masa depan Rayyan. Namun tetap harus diberikan intervensi yang tepat,” bebernya.

Dari Kata Disleksia, Aku

Semenjak anaknya mendapat diagnosa kelompok risiko disleksia di usia 5,5 tahun, Ayu belajar mulai dari mengikuti workshop, kelas disleksia, seminar, webinar ataupun kuliah whatsapp, buku, dan youtube.

“Karena saya yakin semua bisa menjadi lebih baik jika saya dan suami mengerti tentang disleksia dan mengerti tentang tata kelolanya di rumah,” katanya.

Kini, ia yakin tak perlu khawatir dengan masa depan anak-anak disleksia. Karena dengan intervensi yang tepat, anak disleksia kelak akan bersinar seperti bintang dengan potensinya yang luar biasa.

Dari kata disleksia, ia belajar banyak hal. Ia dapat lebih memahami diri sendiri dan banyak orang di sekitarmya. Dari kata disleksia, ia menjadi pribadi yang lebih bersyukur. Dari kata disleksia, ia merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta.

“Teruntuk orang tua yang mempunyai anak disleksia, dunia tidak akan runtuh hanya karena disleksia. Maka, hadapi dan terus mencari ilmu dan cara untuk membesarkan anak-anak kita,” pesannya untuk para orang tua dengan anak penyandang disleksia.

***

tags: #dian ayu hapsari #dpsg jateng #anak penyandang disleksia

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI