Ilustrasi. Foto: Istimewa.

Ilustrasi. Foto: Istimewa.

Buruh di Jawa Tengah Tolak Program Tapera

KSPI Jateng melakukan kajian dan beberapa  analisa sebagai alasan mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini.

Rabu, 05 Juni 2024 | 11:21 WIB - Ragam
Penulis: Holy . Editor: Surya

KUASAKATACOM, Semarang – Serikat buruh di Jawa Tengah terang-terang menolak program Tabungan perumahan rakyat atau Tapera. Program ini dinilai membebani rakyat terutama buruh yang bergaji minim.

“Persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera. Jelas system ini membebani buruh dan rakyat,” kata ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah, Aulia Hakim, Rabu (5/6).

BERITA TERKAIT:
Buruh di Jawa Tengah Tolak Program Tapera
Satpol PP Jateng Salurkan Bansos untuk Kaum Buruh
Sambangi Kejati, KSPI Jateng Bereaksi Keras Soal Adanya Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan
Apindo Bakal Gugat Gubernur Jateng Terkait Upah, KSPI Bereaksi Keras
Buruh di Jateng Sesalkan Sikap Menaker yang Putuskan Tak Ada Kenaikan Upah di 2021

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah kami menilai Tapera  sebenarnya mempunyai  tujuan yang baik untuk masyarakat dan buruh. Memang fakta kebutuhan perumahan untuk buruh, kelas pekerja dan rakyat adalah kebutuhan primer seperti halnya kebutuhan makanan dan pakaian. Bahkan di dalam UUD 1945 negara diperintahkan untuk menyiapkan perumahan sebagai hak rakyat. Bahkan KSPI dan khusus partai buruh perumahan ini masuk ke dalam 13 Platform, jaminan perumahan adalah jaminan sosial yang akan diperjuangkan.

Tapera yang dibutuhkan buruh dan rakyat adalah kepastian untuk mendapatkan rumah yang layak melalui dana APBN dan APBD,” jelasnya. 

KSPI Jateng melakukan kajian dan beberapa  analisa sebagai alasan, mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini. Ada empat alasan Tapera ditolak.

Pertama, Belum ada kejelasan terkait dengan program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera. Jika dipaksakan, hal ini bisa merugikan buruh dan peserta Tapera.

Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%). Hal ini tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di-PHK. 

Sekarang ini, upah rata-rata buruh Indonesia khususnya di Jawa Tengah masih sangat kecil. Pekerja memberi beri contoh UMK kota Semarang tahun 2024 adalah Rp 3,2 juta per bulan. Bila dipotong 2,5 % per bulan maka iurannya adalah sekitar 80.000 per bulan atau Rp. 960.000 per tahun. Karena Tapera adalah Tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp 9.6000.000 hingga Rp 19.200.000. 

“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun kedepan ada harga rumah yang seharga 9,6 juta atau 19,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari Tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah. Jadi dengan iuran 3% yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera untuk memiliki rumah. Sudah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” terang dia.

Alasan kedua, dalam lima tahun terakhir ini, upah riil buruh (daya beli buruh) turun 30%. Hal ini akibat upah tidak naik sangat kecil, tahun 2024 saja persentasi terbesar upah dijawa jateng naik 7,8% (Jepara) menjadi 2,4 juta dan kota Semarang naik 6% menjadi 3.2 juta, itupun masih digugat oleh Apindo Jawa Tengah ke PTUN. Artinya bila upah Jawa Tengah dipotong 2,5% untuk Tapera, tentu beban hidup buruh Jawa Tengah akan  semakin berat, apalagi potongan iuran untuk buruh lima kali lipat dari potongan iuran pengusaha.

Dalam UUD 1945 tanggungjawab pemerintah adalah menyiapkan dan menyedikan rumah untuk rakyat yang murah, sebagaimana program jaminan Kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah. Tetapi dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh

“Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat. Bukan malah  buruh disuruh bayar 2,5% dan pengusaha membayar 0,5%,” ujarnya.

Alasan ketiga, Karena program Tapera tidak tepat dijalankan sekarang sepanjang tidak ada kontribusi iuran dari pemerintah sebagaimana program penerima bantuan iuran dalam program Jaminan Kesehatan

Alasan keempat Program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum. Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di ASABRI dan TASPEN.

“Dengan demikian, Tapera kurang tepat dijalankan sebelum ada pengawasan yang sangat melekat untuk tidak terjadinya korupsi dalam dana program Tapera,” tandas dia.

***

tags: #kspi jateng #menolak #tapera #buruh #jawa tengah

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI