Hari Ini dalam Sejarah: 58 Tahun Lalu, Malam Ini Cakrabirawa Incar Para Jenderal AD Hidup atau Mati
Untuk diketahui bahwa hal ini bermula adanya isu Dewan Jenderal, yaitu sejumlah petinggi Angkatan Darat (AD) bersiap menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno.
Sabtu, 30 September 2023 | 11:42 WIB - Ragam
Penulis:
. Editor: Fauzi
KUASAKATACOM, Semarang - Pasukan Cakrabirawa adalah batalyon yang bertugas menjaga dan menjamin keselamatan Presiden Soekarno. Mungkin sekarang ini bisa disebut Paspampres.
Malam itu, yaitu pada rentang 30 September - 1 Oktober 1965, Cakrabirawa diduga menjadi dalang dalam peristiwa G30S (Gerakan 30 September). Hal ini masih menjadi kontroversi dan misteri hingga kini.
BERITA TERKAIT:
Rukmini Butuh 7 Tahun Untuk Move On Usai Ditinggal Pergi Selamanya Oleh Pierre Tendean
Maut Pisahkan Cinta Pierre Tendean dan Rukmini, Berakhir Kandas Akibat G30S PKI
Kisah Pilu Pierre Tendean, Gugur dalam Peristiwa Berdarah G30S Sebelum Penuhi Janji Rayakan Ulangtahun Sang Ibu
Hari Ini dalam Sejarah: 58 Tahun Lalu, Malam Ini Cakrabirawa Incar Para Jenderal AD Hidup atau Mati
Untuk diketahui bahwa hal ini bermula adanya isu Dewan Jenderal, yaitu sejumlah petinggi Angkatan Darat (AD) bersiap menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno.
Padahal isu sudah ditepis oleh Soekarno sendiri namun hal ini tetap membuat Cakrabirawa tetap melancarkan aksi dengan mengincar sejumlah pejabat tinggi AD.
Batalyon I Cakrabirawa yang dipimpin oleh Letkol Untung memutuskan untuk menjalankan Operasi Takari. Adapun faktor yang mendorong Letkol Untung mengerahkan Operasi Takari adalah beredarnya dokumen Gilchrist dan isu Dewan Jenderal.
Dokumen Gilchrist adalah dokumen palsu yang dibuat untuk mendukung keterlibatan Blok Barat dalam upaya penggulingan Presiden Soekarno di Indonesia.
Namun, karena sebutan Operasi Takari dianggap terlalu militer, namanya pun diubah menjadi Gerakan 30 September.
Letkol Untung turut dibantu oleh Kolonel Abdul Latief yang merupakan Komandan Garnisun Kodam Jaya dan Mayor Sujono, Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan di Halim.
Selain itu, mereka juga didukung Kepala Biro Chusus PKI (badan intelijen PKI), Sjam Kamaruzaman. Sjam kemudian membuat daftar nama-nama jenderal yang akan menjadi target mereka.
Akan tetapi, karena Sjam tidak memiliki latar belakang militer, aksi itu melenceng dari rencana awal. Para jenderal yang awalnya hanya akan diculik, justru dibunuh.
Dalam kesaksian Ishak Bahar, Sersan Mayor dalam Batalyon Cakrabirawa pada 30 September 1965 pukul 18.00, ia ditugaskan untuk mengawal Presiden Soekarno ke Mabes Teknisi di Senayan.
Tiba-tiba, Letkol Untung datang dan meminta Ishak untuk mengikutinya. Dengan membawa persenjataan lengkap, Ishak mengawal satu kendaraan bersama Letkol Untung, Kolonel Abdul Latief, dan seorang supir serta ajudan.
Sesampainya di Lubang Buaya, Ishak diperintah untuk bersiaga di sebuah rumah pondok. Menjelang tengah malam, Ishak melihat pasukan Cakrabirawa yang lain berdatangan.
Tahu-tahu mereka dibagi menjadi beberapa regu untuk menculik para jenderal yang sudah ditargetkan. Ishak sendiri tidak menculik, ia hanya mengawal Untung di Lubang Buaya. Menurut sejarah, keenam jenderal dan satu perwira ini dijemput secara paksa oleh Cakrabirawa dari kediaman masing-masing pada 1 Oktober 1965, dini hari.
Adapun keenam jenderal dan satu perwira yang diculik dalam G30S adalah Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen M.T. Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen DI Panjaitan, Brigjen Sutoyo, Lettu Pierre A Tendean (perwira militer).
Ada yang dibawa masih dalam keadaan hidup, ada pula yang sudah dalam keadaan tidak bernyawa karena dirundung tembakan oleh pasukan Cakrabirawa.
Tiga dari keenam jenderal yang dibunuh di kediamannya adalah Letjen Ahmad Yani, Mayjen M.T. Haryono, dan Brigjen DI Panjaitan.
Sementara itu, keempat orang lainnya ditangkap dalam keadaan hidup. Ketujuh orang ini kemudian dimasukkan ke dalam Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Kabarnya, tubuh para jenderal yang diculik ini dilempar ke dalam sumur dan ditembaki. Konon, pasukan Cakrabirawa pergi meninggalkan Lubang Buaya pada pukul 03.00 dini hari pada 1 Oktober 1965.
Setelah G30S terungkap, Letkol Untung dihadapkan di Mahkamah Militer Luar Biasa dan ia divonis hukuman mati.
tags: #g30s #gerakan 30 september #cakrabirawa #soekarno #ahmad yani
Email: [email protected]
KOMENTAR
BACA JUGA
TERKINI

Diresmikan Kapolri, 28 SPPG Diharapkan Penuhi 96.000 Penerima Manfaat
18 Juli 2025

Menag dan Gubernur Sultra Bahas Rencana Pendirian Asrama Haji
18 Juli 2025

Satu Orang Tewas dalam Kecelakaan di Jaksel
18 Juli 2025

Sebanyak 461 Pemuda di Indonesia Ikuti Program Magang ke Jepang
18 Juli 2025

Kanim Wonosobo Gelar Operasi Serentak TKA WIRAWASPADA, Ini Hasilnya
18 Juli 2025

Polisi Sita 351 Kontainer terkait Kasus Tambang Batu Bara Ilegal di IKN
18 Juli 2025

KPK Dampingi Agustina Gerak Cepat Benahi Internal Pemkot Semarang
18 Juli 2025

Bupati Paramitha Luncurkan Penyaluran CPP untuk Bantuan Pangan Beras Tahun 2025
18 Juli 2025