Universitas Paramadina Gelar Muktamar Pemikiran Cak Nur

Cak Nur di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, merupakan salah satu tokoh yang terkenal dengan kontroversi.

Jumat, 27 Oktober 2023 | 23:55 WIB - Didaktika
Penulis: Wisanggeni . Editor: Wis

KUASAKATACOM, Jakarta- Universitas Paramadina menggelar Muktamar Pemikiran Cak Nur dan Paramadina Research Day 2023 di Jakarta, Rabu (25/10/2023). Acara yang diselenggarakan secara hybrid tersebut dihadiri oleh ratusan peserta yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat umum.

Kepala Balitbang dan Diklat Kemenag RI Prof. Dr. Suyitno, MAg, dalam sambutan mewakili Menteri Agama RI menyatakan legacy yang ditinggalkan Prof Dr Nurcholis Madjid atau akrab disapa Cak Nur bukanlah jargon. "Muktamar pemikiran Cak Nur di kampus peradaban ini kampus inklusif, kampus pluralis, kalau kita bicara Cak Nur pasti idiomatik itu yang muncul. Tugas berat kita semua sesungguhnya bagaimana legacy itu terus menjadi sesuatu yang sifatnya bukan jargon, tetapi terimplementasi sungguh-sungguh dan riil," katanya, dalam keterangan resminya, Jumat (27/10).   

BERITA TERKAIT:
Berbekal Kitab dan Hikmah Generasi Muda Hadapi Tantangan Masa Depan
Strategi Komunikasi Politik dalam Menghadapi Kampanye Pilkada 2024
PGSC Gelar Diskusi Becoming An Impactful and Influential Leader in Digital Era
Revisi UU MK, Undang Perhatian Para Akademisi, Praktisi Hukum Hingga Aktivis
Universitas Paramadina dan INDEF Adakan Diskusi Bertema Kebangkitan Nasional dan Kebangkitan Ekonomi

Cak Nur, sambungnya, merupakan simbol dari perpaduan Muhammadiyah dan NU. "Tradisi pesantren yang sangat kuat beliau dari orang tua dari Jombang belajar di Gontor dan begitu melegacy sebagai tokoh dengan pandangan-pandangan berbasis pada spiritualitas, nilai-nilai keislaman, nilai keagamaan yang kuat," ujarnya.

"Cak Nur juga merepresentasikan modernitas dari proses genealogis, dari proses akademik sehingga orang bisa menyebut Fazlur Rahman-nya indonesia. Ia sangat dibutuhkan di hari ini mengusung ide yang inklusif, memanusiakan manusia, tidak memandang orang karena persoalan ras, etnis, suku dan agama. Bagi kami di departemen agama banyak yang bisa kami adopsi gagasan beliau," jelasnya.

Sedangkan Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini MSc, Ph, menyatakan bahwa di kampusnya berupaya melestarikan pemikiran Cak Nur dalam kurikulum mata kuliah tentang keislaman, keindonesiaan dan kemodernan. "Di kampus warisan Cak Nur ini mendorong Islam yang toleran, Islam dan demokrasi, pendidikan dan pemikiran kritis penyemaian dunia intelektual, modernisme islam, dan pluralisme kebhinekaan," bebernya.  

A. Khoirul Umam, PhD, dalam pengantar moderasinya mengungkapkan bahwa Muktamar ini adalah kesempatan berharga untuk melacak kembali dan mengkontektualisasikan pemikiran Cak Nur di tengah tantangan bangsa yang semakin kompleks saat ini. "Beliau adalah man of ideas, man of ethics sekaligus man of actions. Cak Nur menggabungkan itu semua kemudian menghadirkan pemikiran yang spektrumnya melampaui batas-batas keilmuan. Memiliki pengaruh dalam konteks sosial, politik budaya dan demokrasi di indonesia," tandasnya.

Sekjen PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Abdul Mu'ti yang juga mengikuti kegiatan Muktamar itu memaparkan bahwa dalam tulisan-tulisan Cak Nur berbicara tentang masyarakat yang egalitarian atau masyarakat yang di situ kesamaan dan kesetaraan antar manusia itu menjadi misi penting dari ajaran agama Islam.

"Cak Nur menjelaskan tauhid sebagai pondasi untuk membangun inklusivisme. Ia menjelaskan dengan akar pemikiran menarik, tauhid itu membawa pesan liberasi kemanusian dan transendensi dalam berbagai aspek kehidupan dan bagaimana itu menjadi fondasi membangun masyarakat madani dan egalitarian," imbuhnya    

Dalam paparannya Wakil Ketua PB NU, Ulil Abshar Abdalla mengungkapkan kekhawatirannya terkait tantangan bagaimana mengkomunikasikan gagasan pemikiran Cak Nur dengan generasi sekarang. "Pemikiran tokoh seperti Cak Nur dan generasinya Gus Dur, Buya Syafi'i Ma'arif, Dawam Rahardjo, Johan Effendi, Jalaludin Rahmat apakah dibaca dan dipahami generasi baru? Bagi generasi baru tulisannya terasa asing," tandasnya.

Ulil kemudian membeberkan latar belakang yang membentuk pemikiran Cak Nur. "Cak Nur itu mengagumi kota Madinah zaman nabi, sebagai lambang dari kehidupan plural dan multikultural. Kemudian Indonesia, karena ada bahasa melayu yang menjadi bahasa nasional yang egaliter. Yang terakhir Amerika, negara yang dibangun kaum imigran dari berbagai tempat beragam sebagai melting pot panci peleburan unsur beragam yang melebur menjadi bangsa baru," jelasnya.

Prof. Romo Franz Magnis Suseno menceritakan pada saat Cak Nur di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, merupakan salah satu tokoh yang terkenal dengan kontroversi karena menyuarakan mengenai pembaruan secara berulang kali. "Terlebih kala itu Cak Nur menyerukan 'Islam Yes, Partai Islam No'. Cak Nur melihat Islam di Indonesia tidak akan maju jika fokus dengan partai politik, ia menegaskan 'Islam perlu mendukung negara sekuler'. Cak nur menyadari agama merupakan pemain dalam perpolitikan saat itu," ungkapnya.

"Bagi Cak Nur yang amat penting adalah keterbukaan Islam terhadap modernitas. Ia  meyakini Islam bisa dan harus semodern-modernnya. Islam secara hakiki agama yang terbuka, toleran, pluralis, dan demokratis karena hadir di tengah modernitas. Bagi saya Cak Nur adalah seorang Teolog," pungkasnya.
 

***

tags: #universitas paramadina #prof dr nurcholish madjid #madinah #muktamar

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI