Foto istimewa.

Foto istimewa.

Jung Jawa, Raksasa Lautan Nusantara Produksi Galangan Kapal di Selat Muria

Jung milik Pati Unus adalah yang terbesar yang pernah dilihatnya.

Senin, 18 Maret 2024 | 14:24 WIB - Ragam
Penulis: Wisanggeni . Editor: Wis

KUASAKATACOM, Kudus- Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Grobogan, Kudus, Demak, dan Kota Semarang, membuat banyak warganet mengaitkan wilayah tersebut dengan Selat Muria. Selat Muria dipercaya masih ada hingga abad ke-17, namun mulai menyusut sekitar tahun tahun 1657 dikarenakan pendangkalan. Selat ini membentang sepanjang sekitar 80 kilometer dan memiliki lebar antara 25 hingga 50 kilometer.

Di Selat Muria, dulunya merupakan kawasan perdagangan yang ramai, dengan kota-kota dagang seperti Demak, Jepara, Pati, dan Juwana. Bahkan pusat Kerajaan Demak berada di pesisir selat ini. Selain banyak pelabuhan perdagangan, wilayah Selat Muria juga terkenal banyak galangan-galangan kapal yang memproduksi kapal Jung Jawa berbahan kayu Jati yang banyak ditemukan di Pegunungan Kendeng. 

BERITA TERKAIT:
Pola Asuh yang Baik Cegah Stunting
Bacabup dan Bacawabup Grobogan Ini Ikuti Fit dan Proper Test PDIP Jateng
Tebar Hewan Kurban 1445 H Kembali Rambah Desa Padas
1.199 Calon Jemaah Haji Grobogan Dilepas Keberangkatannya oleh Bupati 
Terima Kunjungan Pemda Grobogan, PSDMBP Ungkap Potensi Lithium dan Boron di Grobogan

Kapal Jung Jawa sendiri sering disebut kapal raksasa pada masanya dan diakui sebagai penguasa lautan Nusantara. Bahkan kapal Jung Jawa tercatat dalam laporan sejarah abad 16 yang ditulis oleh Gaspar Correia. Gaspar dalam catatannya menceritakan tentang kapal raksasa dari Jawa yang tidak mempan ditembak meriam terbesar. Dari empat lapis papan kapal, hanya dua saja yang bisa ditembus.

Kapal-kapal raksasa tersebut, ternyata hanya diproduksi di dua tempat di Pulau Jawa yakni di sekitar Cirebon dan Rembang-Demak yakni di Selat Muria yang memisahkan Gunung Muria dengan Pulau Jawa.

Kapal Jung Jawa, pernah digunakan Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Pati Unus atau biasa disebut Pangeran Sabrang Lor menyerang Portugis di Malaka. Sayangnya besarnya ukuran kapal tersebut membuatnya tidak lincah saat berhadapan dengan kapal perang milik Portugis. Horst H Liebner salah seorang asal Jerman mengungkapkan, Pati Unus membawa sekitar 30 Jung Jawa besar seberat 350-600 ton saat melawan Portugis. Jung-jung itu sendiri membawa 12.000 orang, dan membawa banyak artileri yang dibuat di Jawa. Selain Kapal Jung, pasukan Demak ini juga membawa kapal jenis lancaran, penjajap, dan kelulus. 

Dalam sebuah suratnya kepada Alfonso de Albuquerque, dari Cannanore, 22 Februari 1513, Fernão Pires de Andrade, selaku kapten armada yang menghalau Pati Unus, menceritakan, jung milik Pati Unus adalah yang terbesar yang pernah dilihatnya. "Bahwa itu adalah hal yang sangat luar biasa untuk dilihat, karena Anunciada di dekatnya tidak terlihat seperti sebuah kapal sama sekali," tulis de Andrade. 

"Kami menyerangnya dengan bombardir, tetapi bahkan tembakan yang terbesar tidak menembusnya di bawah garis air, dan tembakan meriam besar Portugis yang saya miliki di kapal saya berhasil mengenai sasaran, tetapi tidak tembus. Kapal itu memiliki tiga lapisan logam, yang semuanya lebih dari satu cruzado tebalnya. Dan kapal itu benar-benar sangat mengerikan bahkan tidak ada orang yang pernah melihat sejenisnya. Butuh waktu tiga tahun untuk membangunnya, Yang Mulia mungkin pernah mendengar cerita di Malaka tentang Pati Unus, yang membuat armada ini untuk menjadi Raja Malaka," sambung Fernão Pires de Andrade. 

Jung yang memiliki bobot mati antara 40 hingga 2000 ton tersebut, dibangun dibangun dengan teknik yang cukup unik. Alih-alih menggunakan paku atau besi, kerangka Jung Jawa menggunakan pasak untuk merekatkan bagian kapal satu sama lain.

Usai kegagalan serangan ke Malaka, Kapal Jung Jawa pada masa Mataram Islam hanya digunakan sebagai kapal penumpang dan kargo. 

Sirnanya Kapal Jung Jawa
Kini kita tak bakal bisa menyaksikan lagi kapal Jung Jawa yang sangat termasyhur dulu, sebab sejak Mataram Islam di perintah Raja Amangkurat I banyak kapal-kapal tersebut dihancurkan bersamaan dengan ditutupnya beberapa pelabuhan. Hal itu dilakukan guna mencegah pemberontakan pihak-pihak yang tidak setuju dengan keputusannya yang menjalin perjanjian dagang dengan VOC.

Hal itu membuat galangan-galangan kapal yang sebelumnya memproduksi jung, berhenti produksi. Kondisi tersebut makin memburuk, saat VOC mulai menguasai pelabuhan-pelabuhan pada pertengahan Abad ke-18.

VOC juga mengeluarkan larangan agar galangan kapal tidak membuat kapal dengan tonase lebih dari 50 ton. VOC juga menempatkan pengawasnya di pelabuhan-pelabuhan untuk melakukan pengecekan kapal yang melanggar kelebihan tonase itu.

***

tags: #kabupaten grobogan #raja amangkurat #selat muria #jung jawa

KOMENTAR

BACA JUGA

TERKINI